BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sektor peternakan sangat
memiliki nilai penting bagi pembangunan sumberdaya dan keberlangsungan
kehidupan manusia di dunia dan khususnya di Indonesia. Hal ini dapat dilihat
dari fungsi produk peternakan itu sendiri dalam hal ini daging (sapi). Namun
kenyatan yang terjadi di Indonesia saat ini menunjukan bahwa konsumsi daging
masih rendah. Untuk mencukupi kebutuhan akan daging terutama daging sapi, maka
dibutuhkan sapi-sapi potong yang memiliki kualitas yang baik. Namun populasi
sapi potong di Indonesia akhir-akhir ini mulai menurun. Hal ini mengakibatkan
terjadinya kekurangan untuk mencukupi kebutuhan akan protein hewani yang
berasal dari daging sapi. Masalah serius yang menghambat populasi ternak sapi
di Indonesia saat ini yaitu rendahnya tingkat kebuntingan dan kelahiran serta
tingginya angka pemotongan ternak betina yang masih produktif.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan
paper ini adalah untuk menelaah kasus pelanggaran Undang-undang Nomor 18 Tahun
2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan mengenai pemotongan sapi betina
produktif yang terjadi di Indonesia.
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari
penulisan paper ini adalah untuk dapat mengetahui bagaimana cara penanganan dan
sanksi yang diberikan bagi kasus pelanggaran pemotongan sapi betina produktif.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kasus Pelanggaran
Pemotongan Sapi Betina Produktif
Memotong ternak
ruminansia (sapi) betina produktif dapat terkena sanksi pidana. Ketentuan tersebut
tertuang dalam Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Dalam Pasal 86 ayat ( 2, b ) UU
Peternakan dan Kesehatan Hewan disebutkan, “ Setiap orang yang mengembelih ternak ruminansia besar betina produktif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan
paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 9 (sembilan) bulan dan/atau denda
paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak
Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Materi yang tertuang
dalam UU Peternakan dan Kesehatan Hewan itu untuk mencegah semakin berkurangnya
ternak ruminansia di dalam negeri. Ternak ruminansia yang dimaksud dalam UU itu
adalah sapi, domba, dan kambing. Populasi sapi potong di Indonesia terus
menurun karena laju pertumbuhan populasi lebih lambat dari kebutuhan. Jumlah
kelahiran anak sapi per tahun rata-rata sebesar 1,7 juta ekor, sedangkan
kebutuhan sapi potong setiap tahun 2,1 juta ekor. Saat ini populasi sapi potong
10,5 juta-11 juta ekor. Akibat yang akan ditimbulkan dari pemotongan ternak
betina produktif tersebut akan menurunkan jumlah populasi dari ternak lokal
karena berkurangnya sedikit demi sedikit angka kelahiran anak sapi sehingga
menyebabkan persediaan ternak potong semakin sedikit dan akan berdampak sangat
besar bagi berlangsungnya kehidupan manusia nantinya.
Upaya pengendalian
pemotongan sapi betina produktif bisa dilakukan dengan cara mengawasi dan menjaring
sapi-sapi betina produktif dari perdagangan pasar hewan yang akan dipotong di
Rumah Potong Hewan (RPH) dan selanjutnya sapi-sapi betina produktif tersebut
disebarkan kepada masyarakat dalam hal ini kelompok ternak guna meningkatkan
populasi atau meningkatkan angka kelahiran. Hal itu juga harus tidak lepas dari
campur tangan pemerintah. Selain itu upaya yang bisa dilakukan guna menekan
tingginya angka pemotongan sapi betina produktif adalah dengan cara melakukan
penyuluhan/sosialisasi mengenai pentingnya ternak (sapi) betina produktif yang
nantinya akan memberikan manfaat yang baik bagi peternak itu sendiri. Upaya
pengendalian tersebut juga tidak lepas dari undang-undang nomor 18 tahun 2009 tentang
peternakan dan kesehatan hewan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya
pelanggaran pemotongan sapi betina produktif.
2.2 Sanksi Bagi Pelanggaran Pemotongan
Sapi Betina Produktif
Adapun
sanksi yang dapat diberikan bagi kasus pelanggaran pemotongan sapi betina
produktif yaitu sebagaimana dimaksud pada undang-undang nomor 18 tahun 2009
tentang peternakan dan kesehatan hewan dapat berupa :
- Sanksi Admistratif
Pasal 85 :
Ayat ( 1 ), “ Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 11 ayat (1), Pasal 13 ayat (4), Pasal 15 ayat
(3), Pasal 18 ayat (2), Pasal 19 ayat (1), Pasal 22 ayat (1) atau ayat (2),
Pasal 23, Pasal 24 ayat (2), Pasal 25 ayat (1), Pasal 29 ayat (3), Pasal 42 ayat
(5), Pasal 45 ayat (1), Pasal 47 ayat (2) atau ayat (3), Pasal 50 ayat (3),
Pasal 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (1), Pasal 54 ayat (3), Pasal 58 ayat (5),
Pasal 59 ayat (2), Pasal 61 ayat (1) atau ayat (2), Pasal 62 ayat (2) atau ayat
(3), Pasal 69 ayat (2), dan Pasal 72 ayat (1) dikenai sanksi administrative “
Ayat ( 2 ), “ Sanksi admistratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa : “
a. peringatan secara tertulis
b. penghentian sementara dari kegiatan,
produksi, dan/atau peredaran
c. pencabutan izin
d. pengenaan denda.
Ayat ( 4 ), “ Besarnya denda sebagaimana dikenakan kepada setiap orang yang : “
a. menyembelih ternak ruminansia kecil betina
produktif paling sedikit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling
banyak sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah)
b. menyembelih ternak ruminansia besar betina
produktif paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak
sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan besarnya denda
ditambah 1/3 (sepertiga) dari denda tersebut jika pelanggaran dilakukan oleh
pejabat yang berwenang atau korporasi.
Ayat ( 5 ), “ Besarnya denda sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditambah
1/3 (sepertiga) dari denda
tersebut jika pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat yang berwenang atau korporasi “
- Ketentuan Pidana
Pasal 86 :
Setiap orang yang menyembelih:
a. ternak ruminansia kecil betina
produktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dipidana dengan pidana
kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau
denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah); dan
b. ternak ruminansia besar betina
produktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dipidana dengan pidana
kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 9 (sembilan) bulan dan/atau
denda paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak
Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 92
(1)
Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh korporasi
atau pejabat yang berwenang, pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda dengan
pemberatan ditambah 1/3 (sepertiga) dari pidana denda sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 86 sampai dengan Pasal 91.
(2) Selain pidana denda
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi atau pejabat yang berwenang
dapat dikenai pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha, status badan hukum,
atau status kepegawaian dari pejabat yang berwenang.
Pasal 93
(1)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86,
Pasal 87, Pasal 88, Pasal 90, dan Pasal 91 merupakan pelanggaran.
Kententuan pidana dalam
UU Peternakan dan Kesehatan Hewan tersebut dalam pelaksanaannya membutuhkan
sosialisasi terhadap semua pemangku kepentingan ternak ruminansia (sapi). Dan
para stakeholder diharapkan akan memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai pentingnya ternak betina produktif.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Pemotongan sapi betina
produktif sangat bertentangan dengan undang-undang nomor 18 tahun 2009 tentang peternakan
dan kesehatan hewan karena akan menurunkan angka kelahiran dan tingkat populasi
dari ternak potong itu sendiri sehingga akan semakin menurunkan tingkat
konsumsi protein hewani terutama daging di Indonesia.
3.2Saran
Pemerintah harus mengantisipasinya dengan optimalisasi peran bidang yang membidangi kesmavet (kesehatan masyarakat veteriner) disetiap dinas di kab/kota atau propinsi. Mengingat masalah ini adalah masalah serius yang harus ditangani secara seksama.
Pemerintah harus mengantisipasinya dengan optimalisasi peran bidang yang membidangi kesmavet (kesehatan masyarakat veteriner) disetiap dinas di kab/kota atau propinsi. Mengingat masalah ini adalah masalah serius yang harus ditangani secara seksama.
LAMPIRAN FOTO
DAFTAR PUSTAKA
Pransiska, Lucky. 2009. Memotong Sapi Betina Produktif Dipidana.
Kompas, Jakarta (Online).http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2009/02/21/05023570/Memotong.Sapi.Betina.Produktif.Dipidana,
diakses tanggal 19 Mei 2013
diakses tanggal 19 Mei 2013
diakses tanggal 19 Mei 2012
·
www.bpkp.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar