Jumat, 29 November 2013

ILMU NUTRISI TERNAK RUMINANSIA PROTEIN

Degradasi Protein dalam Rumen 
Sejak 20 tahun lalu, kebutuhan protein pakan untuk ternak ruminansia diekspresikan dalam bentuk Crude Protein (CP). Protein Kasar (CP) adalah semua ikatan yang mengandung N. Termasuk di dalamnya adalah :
                  1. Protein sesungguhnya (true protein) dan
                  2. Zat-zat maknan yang mengandung N tetapi bukan protein (NPN)           seperti amida-amida, alkaloid, garam-garam ammonium, urea dan      lain-lain.                                                                                Nitrogen merupakan bagian yang sangat penting dari protein. Rata-rata protein mengandung 16% nitrogen. Membicarakan metabolisme protein pada nutrisi ruminansia sebenarnya lebih tepat jika dikatakan dengan metabolisme nitrogen.
Protein pakan untuk ruminansia digolongkan menjadi protein yang dapat dicerna di dalam rumen disebut dengan Digestible Intake Protein (DIP) dan protein pakan yang lolos degradasi rumen disebut dengan Undigestible Intake Protein (UIP/By-pass protein). Ruminansia memperoleh dua sumber protein untuk kebutuhan hidupnya, yaitu dari UIP/By-pass protein dan dari mikroorganisme rumen. Protein yang masuk ke dalam rumen berasal dari pakan dan endogenus N (saliva dan dinding rumen) dan kedua sumber tersebut dapat berupa protein murni maupun nitrogen bukan protein (NPN). Di dalam rumen, DIP bersama-sama dengan protein yang berasal dari saliva akan dirombak oleh enzim protease yang dihasilkan oleh mikroorganisme (bakteri, protozoa, fungi) proteolitik menjadi oligopeptida. Sekitar 40% bakteri rumen memiliki aktifitas proteolitik. Bakteri ini memiliki enzim protease yang terikat pada permukaan sel sehingga mudah kontak dengan pakan/substrat. Protozoa juga memiliki kemampuan sebagai protease intraseluler, sehingga berperan dalam degradasi protein di dalam rumen. Selanjutnya oligopeptida akan dihidrolisa oleh enzim peptidase menjadi asam amino. Sebagian asam amino ini akan diserap melalui dinding rumen dan sebagian lagi dideaminasi menjadi asam keto alfa  yang menghasilkan amonia, CH4 dan CO2 (Sutardi, 1979). Di samping amonia perombakan protein juga menghasilkan VFA (Baldwin dan Allison, 1983). Dalam setiap proses fermentasi asam amino di dalam rumen akan selalu terbentuk amonia.
Amonia adalah sumber nitrogen yang utama dan sangat penting untuk sintesis protein mikroorganisme rumen. Menurut Baldwin dan Allison (1983), sekitar 80% mikroorganisme rumen lebih menyukai amonia dibanding dengan peptida dan asam amino sebagai sumber nitrogen untuk membentuk protein tubuhnya. Diduga mikroorganisme tersebut tidak mempunyai mekanisme transport untuk mengangkut asam amino. Jadi amonia yang terbentuk ini kemudian diubah menjadi asam amino untuk sintesis protein tubuhnya. Owen dan Bergen (1983) mengatakan protein asal mikroba rumen mampu menyumbangkan 40-80% kebutuhan asam amino ternak ruminansia. Secara umum, digesta yang ada di dalam duodenum mengandung asam-asam amino yang komposisinya hampir sama dengan komposisi asam-asam amino dari protein mikroba.
Konsentrasi amonia dalam rumen merupakan keseimbangan antara jumlah yang diproduksi, yang digunakan oleh mikroorganisme dan diserap melalui dinding rumen. Kecepatan penyerapan tergantung pada pH rumen dan konsentrasi amonia. Semakin tinggi konsentrasi amonia maka penyerapan akan semakin tinggi pula. Pada pH 6,5 atau lebih tinggi penyerapan akan lebih cepat dibandingkan pH 4,5 yang hampir mencapai 0. Amonia yang diserap jumlahnya bervariasi tergantung jenis pakan (Hungate, 1966). Konsentrasi amonia yang optimum untuk pertumbuhan mikroorganisme rumen menurut Leng (1990) adalah 50 – 80 mg N/l. Namun pada penelitian yang dilakukan pada hijauan atau jerami dengan kecernaan rendah, diperlukan konsentrasi amonia 150 – 200 mg N/l. Sementara itu Sutardi (1979) melaporkan bahwa konsentrasi amonia 4 – 12 mM sudah cukup untuk mencapai pertumbuhan mikroorganisme yang maksimal.
Amonia yang dihasilkan selama fermentasi tidak semuanya disintesis kedalam protein mikroorganisme. Sebagian akan diserap ke dalam darah dan bersama-sama dengan proses deaminasi, amonia yang tidak terpakai di dalam rumen dibawa ke hati diubah menjadi urea selanjutnya dikeluarkan melalui urine (Annison dan Lewis, 1959; Hungate, 1966). Kelebihan amonia akan terakumulasi dalam cairan rumen sehingga dapat mengubah pH. Kekurangan amonia dapat menghambat aktivitas mikroorganisme untuk mensintesis protein tubuhnya dan kecepatan pencernaan sehingga menurunkan suplai energi. Selain dihasilkan oleh protein, amonia juga dapat disumbangkan dari NPN. Penggunaan 98% NPN saja sebagai sumber nitrogen tanpa dibarengi dengan sumber protein lain dapat mempertahankan pertumbuhan dan produksi ternak (Owens dan Bergen, 1983). Namun demikian, apabila ternak dalam phase produksi tinggi, maka tambahan sumber protein sebagai UIP/by-pass protein perlu dipertimbangkan. Penggunaan NPN sebagai sumber nitrogen untuk sintesis protein mikroorganisme akan efektif jika ransum mengandung protein rendah, cukup tersedia energi dan mineral. Efisiensi penggunaan NPN akan menurun sejalan dengan peningkatan NPN dalam ransum, semakin tinggi kadar protein ransum dan semakin rendahnya energi ransum (Clark dan Davis, 1980).   
Oleh karena itu, menurut Aldrich et al. (1983), mengoptimalkan pertumbuhan mikroorganisme rumen merupakan strategi yang lebih logis dibandingkan memperbesar persentase protein yang lolos degradasi rumen. Hal ini karena mikroorganisme rumen mensuplai protein dengan kualitas tinggi dan hasil akhir fermentasi rumen akan memenuhi sebagian besar energi yang dibutuhkan oleh hewan induk semang. Oleh karena itu, kandungan protein pakan yang optimal seyogyanya :  
                1. Dapat memenuhi kebutuhan nitrogen mikroorganisme rumen untuk                        mensintesa   protein tubuhnya secara maksimal
                       2. Mengandung by-pass protein/UIP untuk dapat dihidrolisa di usus halus      dalam rangka memenuhi kebutuhan asam amino ternak ruminansia
    Linn et al.(2002) mengatakan, maksimal mikroorganisme di dalam rumen dapat mensistesis protein tubuhnya sampai 4,5 pounds per hari. Sisanya dipenuhi dari by-pass protein. Ternak ruminansia muda yang sedang pertumbuhan maupun ternak-ternak pada saat phase produksi memerlukan lebih banyak by-pass protein untuk melengkapi kebutuhan asam aminonya sehingga produksi maksimal tercapai.
Protein pakan yang masuk ke dalam rumen kira-kira 40-75% akan mengalami perombakan oleh mikroorganisme. Sisanya merupakan by-pass protein/UIP yang akan dihidrolisa pada saluran pencernaan pasca rumen maupun terbuang lewat feces. Perombakan protein pakan di dalam rumen bervariasi dari 0 – 100% (Owens dan Bergen, 1983), namun laju perombakannya tergantung pada jenis pakan, sifat kimia dan phisik protein, jumlah mikroorganisme proteolitik, pH rumen, tingkat kelarutan protein serta lamanya berada dalam rumen atau laju aliran digesta atau rate of passage (Preston dan Leng, 1987). Aktifitas mikroba rumen yang bersifat proteolitik akan efektif apabila didukung oleh pH rumen yang optimal, yaitu pH 5,5-7,0 dengan temperatur sekitar 390C. Degradasi protein akan menurun sejalan dengan menurunnya pH rumen (Bach et al., 2005).
Degradasi protein suatu bahan pakan akan sangat mempengaruhi suplai asam amino bagi hewan inang. Proses proteolisis menentukan ketersediaan amonia, asam amino, ikatan-ikatan peptida dan asam-asam lemak rantai cabang yang mana semuanya ini akan berdampak pada kecepatan pertumbuhan mikroba rumen. Protein yang masuk ke dalam usus halus berasal dari :
1. protein pakan lolos degradasi rumen/by-pass protein
2. bacterial protein
3. endogenus protein
Getah pankreas maupun enzim protease akan memecah ketiga sumber protein ini menjadi asam amino dan peptida yang nantinya diserap di usus halus.
                    Gambar1. Degradasi protein pakan di dalam rumen.
Protein Lolos Degradasi Rumen/By-pass Protein
Adalah protein pakan yang lolos degradasi rumen dan tersedia untuk dicerna di usus halus. Tujuannya adalah :
1. Melengkapi produksi protein mikroba rumen, sehingga kebutuhan asam amino hewan inang  terpenuhi
2.  Protein yang bernilai hayati tinggi terhindar dari degradasi rumen
3.  Mencegah degradasi asam amino essensial (casein, cystin, methionine) oleh mikroba rumen.
Proses degradasi protein di dalam rumen tidak dapat dipandang sebagai suatu hal yang positip atau negatip. Pada situasi tertentu, proses degradasi protein diperlukan untuk mencukupi kebutuhan amonia bagi mikroba rumen. Pada situasi yang lain (misalnya protein pakan berkualitas tinggi) laju degradasi diharapkan tidak terlalu tinggi. Oleh karena itu, terhadap protein pakan berkualitas tinggi sering dilakukan proteksi agar terlindung dari degradasi rumen. ARC (1984) mengatakan bahwa pendugaan kebutuhan protein harus mencakup jumlah protein pakan yang dapat didegradasi di dalam rumen (yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroba yang yang maksimum) dan jumlah protein pakan yang lolos degradasi rumen (yang diperlukan untuk melengkapi asam amino asal mikroba rumen).
Beberapa metoda yang biasa diterapkan untuk membuat by-pass protein :
a. Panas
            Pemanasan pada temperature 120 -180 oC akan mengurangi kelarutan protein sehingga terhindar dari mikroba rumen
b. Form aldehide/aldehide.
            Akan mengurangi kelarutan protein melalui pembentukan kompleks antara
            aldehide dengan amino bebas dari protein. Biasanya penambahan formaldehide/aldehide ini bertujuan untuk melindungi casein, cystein, methionine agar tidak difermentasi dalam rumen, namun bisa dicerna/dihidrolisa di abomasum.  Perlakuan aldehide/formaldehide ini biasanya terjadi pada pemeliharaan dengan pertambahan berat badan tinggi (penggemukan). Kelebihan aldehide/formaldehide dapat menghambat aktifitas selulolitik mikroba rumen yang pada akhirnya dapat menurunkan kecernaan pakan serat secara keseluruhan.
c. Encapsulasi asam amino dengan lemak.
            Lemak merupakan bahan yang tidak larut dalam rumen tetapi larut dalam
            suasana asam. Abomasum dan usus halus mempunyai pH yang lebih rendah dari pada di dalam rumen. Lemak akan dapat dihidrogenasi dengan adanya lipase dan empedu di dalam duodenum.
d. Tannin
            Tannin merupakan bahan yang kurang larut di dalam rumen. Tannin akan cepat membentuk lapisan seperti kulit dengan protein. Penambahan tannin 3% akan menurunkan proteolisis pada pH rumen. Ikatan yang terbentuk antara tannin dengan protein akan pecah pada suasana asam di abomasum. Pemakaian tannin melebihi 5% akan menghambat aktifitas mikroba selulolitik sehingga menurunkan kecernaan pakan serat dalam rumen. Kemampuan tannin melindungi degradasi protein di dalam rumen tergantung pada sumber protein yang akan dilindungi. Apabila tannin ditambahkan untuk melindungi protein dari daun gliricidia maupun casein, maka kandungan tannin yang optimum adalah 60 mg/g daun gliricidia. Sementara level tannin optimum untuk melindungi protein dari tepung kacang kedelai adalah 80 mg/g kacang kedelai.
            Pada penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth and Abdurohman (2005) yang membandingkan  kemampuan tannin dan formaldehide mendapatkan bahwa kecernaan bahan kering tannin-protein kompleks lebih tinggi dibandingkan dengan formaldehide-protein kompleks. Protein by-pass yang diperoleh dengan memakai tannin sebagai pelindung protein tepung kacang kedelai adalah 27,9 g/100g by-pass protein. Sedangkan protein by-pass yang dihasilkan dengan memakai formaldehide adalah 54,1 g/100 g by-pass protein.
Tabel 1. Efek Penggunaan Pod Kakao Kada Sapi Holstein Jantan
Variabel
Pod Kakao
0%
15%
30%
45%
Konsumsi BK, kg/hr
3,40
3,33
3,80
4,40
Kecernaan BK, %
71,0
61,5
55,1
43,1
DE, MJ/kg
12,7
11,8
8,8
8,9
Kecernaan PK, %
50,5
53,4
45,8
38,9
Retensi N, g/hr
6,86
20,0
24,6
29,9
Pertumbuhan, kg/hr
0,750
0,723
0,928
0,830
Sumber Ernie Amirroenas (1990) dalam Sutardi (1997). Peluang dan Tantangan Pengembangan Ilmu-Ilmu Nutrisi Ternak. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap IPB







Sintesa Protein Mikroorganisme
Protein asal mikroba menyumbangkan  sebagian besar protein, mencapai 50 – 80% total protein yang masuk ke dalam usus halus. (Orskov, 1983). Jumlah protein mikroba yang masuk ke dalam usus halus tergantung pada ketersediaan zat-zat makanan dan efisiensi penggunaan zat-zat makanan ini oleh mikroba itu sendiri. Kecepatan pertumbuhan mikroba rumen sangat mempengaruhi suplai asam amino ternak inang, oleh karena itu penting untuk memacu pertumbuhan mikroba rumen dengan kecukupan zat-zat makanan yang diperlukannya. Sintesa protein mikroba, absorpsi peptida dan asam amino tergantung energi yang tersedia. Jika energi tersedia cukup, asam amino akan secara langsung digunakan untuk sintesis protein mikroba. Sebaliknya, jika energi yang tersedia kurang mencukupi maka asam amino akan di fermentasi menjadi FVA. Faktor-faktor yang mempengaruhi sintesa protein mikroorganisme yang optimal:
I. Nutrient Preqursor
Semua nutrient preqursor harus tersedia dalam konsentrasi yang optimum di
dalam rumen. Nutrien tersebut adalah              
         1. Energi dalam bentuk ATP
         2. Nitrogen
         3. Asam-asam amino
         4. Asam-asam lemak rantai cabang (BCFA = branched-chain fatty acids)
         5. Mineral
         6. Vitamin
1. Energi dalam bentuk ATP
            Suplai energi yang fermentabel merupakan faktor pembatas utama untuk pertumbuhan mikroba rumen. Readily fermentable carbohydrates seperti gula dan pati
akan lebih efektip sebagai sumber energi dibandingkan dengan selulose.                
Produksi protein mikroba dapat diukur berdasarkan ME, fermentable ME, digestible karbohidrat atau bahan organik yang fermentable. Sintesa protein mikroba yang maksimum bisa dihasilkan hanya dari pemberian hijauan dengan kualitas bagus. Menurut Verbic (2002), apabila ternak diberi hijauan dengan kecernaan bahan organik 82%, maka sintesa protein mikroba mencapai 130 g/kg DM intake. Namun ketika kecernaan bahan organik hijauan yang diberikan menurun menjadi 60%, maka produksi protein mikrobapun menurun menjadi 90 g/kg DM intake. Menurut Huber dan Kung (1981), efisiensi sintesis protein mikroba rumen dapat dimaksimumkan bila semua prekursor tersebut tersedia dalam jumlah yang cukup. Hal ini berarti bahwa suplementasi suatu nutrien harus diselaraskan dengan ketersediaan nutrien lainnya. Laju pencernaan karbohidrat merupakan salah satu faktor penentu produksi protein mikroba karena selain merupakan sumber kerangka karbon juga sebagai  sumber energi dalam bentuk ATP.
2 Pasokan senyawa Nitrogen
Sering terjadi bahwa pertumbuhan mikroba rumen dibatasi oleh ketersediaan energi. Akan tetapi pada keadaan tertentu amonia atau sumber nitrogen lainnya bisa jadi lebih defisien dibandingkan dengan energi. Misalnya, ternak diberi ransum yang mengandung sumber energi mudah terlarut (degradable energi) cukup tinggi namun proteinnya sulit terfermentasi di dalam rumen. Pada keadaan seperti ini maka amonia, asam-asam amino dan peptida menjadi defisien untuk pertumbuhan mikroba. Untuk ransum seperti ini perlu ditambahkan sumber nitrogen agar pertumbuhan mikroba rumen tidak terhambat (Clark et al., 1987). Menurut Minson (1993), jumlah protein yang disintesa oleh mikroba rumen tergantung pada nitrogen yang dilepaskan dan energi yang tersedia. Menurut Aldrich et al. (1993), Kecepatan produksi ATP dari fermentasi rumen agar sebanding dengan kecepatan pelepasan amonia dari hasil fermentasi protein di dalam rumen. Sehingga dengan demikian sintesa protein mikroba yang maksimal bisa tercapai. Rata-rata produksi protein mikroba adalah 81g CP/Kg DM intake. Nilai ini bervariasi dari 34 – 162 g CP/Kg DM intake.
            Seperti telah disampaikan sebelumnya, degradasi protein (terutama yang berkualitas bagus) dalam rumen merupakan faktor yang merugikan. Namun di lain pihak, senyawa nitrogen yang dilepaskan pada saat degradasi protein penting untuk pertumbuhan mikroba rumen. Pasokan nitrogen selain diperoleh dari protein pakan (true protein maupun NPN), juga bisa diperoleh dari nitogen metabolik/endogenus N yang berasal dari oksidasi asam amino jaringan ternak yang di daur ulang di dalam rumen.
Nolan et al. (1989) menyatakan bahwa efisiensi pertumbuhan mikroba rumen akan meningkat dan aliran protein asal mikroba rumen serta protein pakan ke organ pasca rumen akan lebih banyak bila protozoa tidak ada. Merchen dan Titgemeyer (1992) juga mengatakan bahwa defaunasi dapat meningkatkan aliran protein kasar ke organ pencernaan pasca rumen sebesar 18%.
Tabel 2. Pengaruh Defaunasi Rumen  terhadap Pertumbuhan Ternak, Konsumsi dan
              Parameter Rumen.
Peubah
Ternak
Faunasi
Defaunasi
Sumber Pustaka
Pertumbuhan (g/hari)
Sapi
530
757
Bird & Leng (1978)
Domba
122
132
Bird & Leng (1984)
Konsumsi BK (g/hari)
Domba
870
930
Bird & Leng (1984)
Domba
455
510
Bird (1991)
Amonia rumen (mgN/l)
Domba
348
272
McNabb et al. (1988)

Domba
255
163
Ushida et al. (1988)
N-mikroba (g/kg BOFD)*
Domba
32
35
Rowe et al. (1985)
Domba
27,4
42,7
Meyer et al. (1986)
Degradasi protein (%)**
Domba
54,5
43,8
Jouany (1991)
Keterangan :
*    Bahan Organik Terfermentasi di Rumen
**  Rataan dari 4 macam sumber protein pakan
Tabel 3. Konsentrasi N-NH3 Optimum untuk Pertumbuhan Mikroba Rumen
No.
N-NH3 (Amonia)
Daftar Pustaka
1
50 – 80 mg N/l
Leng (1990)

150 – 200 mg N/l
Leng (1990)
2
4 – 12 mM
Sutardi (1979)
3
20 – 22 mg N/100 ml
National Academy Press (1985)

3. Asam amino
            Untuk sintesis protein tubuhnya, mikroba juga memerlukan asam amino yang diperoleh dari degradasi protein pakan. Tetapi umumnya sebagian besar asam amino akan dideaminasi menjadi amonia yang kemudian digunakan untuk sistesis protin mikroba.  Hanya asam amino tertentu saja yang penting bagi pertumbuhan mikroba rumen untuk dikonversi seperti : leucine, isoleucine dan valin masing-masing menjadi iso valerat, 2-methylbutyrate dan isobutyrate.
Ternak ruminansia sama dengan ternak monogastrik, tidak dapat mensintesa semua asam amino. Oleh karena itu, pada ternak ruminansia juga dikenal istilah asam amino essensial (indispensable amino acids) dan asam amino non essensial (dispensable amino amino acids). Mikroba rumen mempunyai peranan sangat besar terhadap asam amino yang sampai di usus halus. Profil asam amino yang sampai di usus halus sangat berbeda dengan yang ada pada pakan yang diberikan. Hal ini disebabkan karena kemampuan mikroba rumen mengubah kualitas protein pakan yang rendah menjadi kualitas yang bagus. Namun sebaliknya mikroba rumen juga mengubah protein pakan kualitas bagus menjadi tidak bermutu apabila sumber protein tersebut tidak dilindungi. 

4. Branched Chain Fatty Acids
BCFA berasal dari produk fermentasi protein ransum dan mikroba rumen yang lisis.  Jika BCFA kurang, maka perlu disuplementasi.Biasanya BCFA diperlukan pada ternak-ternak yang mengalami defaunasi dan pada ternak yang pada ransumnya lebih banyak menggunakan NPN. Walaupun penambahan NPN dapat meningkatkan produktifitas mikroorganisme, namun untuk mengoptimalkan pemanfaatan NPN tersebut harus diimbangi dengan penambahan karbohidrat. Seperti yang dikatakan oleh Montong et al. (1981)  bahwa penambahan protein dalam ransum dimana tersedia pati akan menaikkan kecernaan pakan karena pati sebagai sumber energi (ATP) yang digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba rumen. Selanjutnya Clark dan Davis (1980) mengatakan, NPN akan digunakan lebih efisien apabila ditambahkan dalam jumlah yang sedikit dalam ransum yang rendah protein dan tinggi energi. Efisiensi penggunaan NPN menurun dengan semakin meningkatnya taraf NPN, semakin tingginya kadar protein ransum dan semakin rendahnya kadar energi ransum.
5. Mineral
   Terutama mineral sulfur baik untuk sintesa protein mikroba yang mengandung sulfur maupun untuk pertumbuhan hewan inang. Asam amino yang mengandung sulfur : Methionine, Sistin dan Sistein.  Kadar sulfur mencapai 8 g/kg biomassa mikroba.  sulfur juga merupakan komponen vitamin terutama tiamin dan biotin. Suplementasi sulfur  penting untuk memacu pertumbuhan fungi dan bakteri selulolitik yang mampu meningkatkan kecernaan pakan serat sampai 16%. Suplementasi sulfur juga dapat meningkatkan laju sintesis asam amino yang bersulsfur dan aliran protein mikroba ke pasca  rumen. Sulfur yang diberikan bisa sulfur organik maupun anorganik. Sumber sulfur bisa diperoleh dari garam-garam sulfat (amonium sulfat, natrium sulfat,kalsium sulfat), methionine, hidroksi analog methionine (MHA).  
II. pH rumen
pH rumen yang rendah dapat mengganggu pertumbuhan mikroba rumen, sehingga produksi protein mikroba menjadi berkurang. Hal ini diakibatkan karena kecernaan pakan hijauan menurun sehingga energi yang semestinya bisa dimanfaatkan menjadi terbuang. Rumen pH optimum untuk sintesa protein maksimal adalah 6,5 – 7,2, suasana rumen anaerobik dan suhu rumen konstant 37,5 – 38,5 oC.
Menurut Demeyer dan Van Nevel (1979) pada domba yang didefaunasi, sintesis protein mikrobanya 33% lebih tinggi dibandingkan sintesis protein mikroba pada domba yang tidak di defaunasi. Sumbangan biomassa protozoa rumen untuk nutrisi induk semang tidak begitu banyak. Hal ini disebabkan karena biomassa protozoa tidak tersedia bagi pencernaan di usus. Protozoa cenderung tertahan di rumen sehingga memiliki nilai ” turn over” yang lambat, hanya sebagian kecil saja protozoa yang mengalir ke pasca rumen (Leng et al., 1986). Pada situasi yang lain, kehadiran protozoa diperlukan untuk mempertahankan pH rumen. Protozoa biasanya akan menyimpan karbohidrat pakan yang mudah larut (Soluble carbohydrates/Readily Fermentable Carbohydrate = RFC) ke dalam tubuhnya. Dengan demikian akan memperlambat laju konversi RFC menjadi asam laktat. Konversi yang terlalu cepat menjadi asam akan berakibat pada penurunan pH rumen. Penurunan pH rumen yang drastis akan mematikan bakteri rumen terutama yang bersifat selulolitik. Menurunnya jumlah bakteri yang bersifat selulolitik berdampak pada menurunnya kecernaan pakan serat dan juga sintesa protein mikroba.


III. Rumen outflow rate/laju alir digesta/rate of  passage
            Semakin cepat laju alir digesta, maka sintesa protein mikroba juga semakin meningkat. Semakin cepat laju alir digesta berarti semakin tinggi dry matter intakenya (DMI). Hijauan kualitas rendah mempunyai laju alir digesta yang rendah, sehingga DMI juga rendah. Hal ini pada gilirannya menghasilkan sintesa protein mikroba yang rendah pula. Menurut Verbic (2002) sintesa protein mikroba  meningkat 20% apabila rumen outflow meningkat dari 0,02 menjadfi 0,08/jam.

1 komentar:

  1. Mau Bonus Angpao Dari Zeubola?

    Dapatkan Anagpao Sampai 200 juta

    Deposit Aman
    Deposit Murah

    Mainkan Sekarang Juga!

    Bonus nya Tidak Main main!

    INFO SELANJUTNYA SEGERA HUBUNGI KAMI DI :
    WHATSAPP :+62 822-7710-4607


    BalasHapus