BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkawinan merupakan salah satu point
penting dalam ilmu pemuliaan ternak. Karena salah satu metode untuk mendapatkan
bibit unggul dalam pemuliaan ternak adalah dengan proses perkawinan. Selain
dengan beberapa metode yang lainnya, seperti seleksi, culling, dan replacement.
Perkawinan dalam pemuliaan ternak
merupakan salah satu point yang memegang peranan sangat, karena berhubungan
dengan usaha memperbanyak ternak yang sudah dirasa lulus seleksi atau dalam
kata lain sudah dikatakan sebagi bibit unggul. Dengan mengawinkan ternak unggul
tersebut maka, keberadaan bibit unggul akan dapat terus dipelihaara.
Secara teori terdapat beberapa teknik
dalam perkawinan ternak, seperti inbreeding, out breeding, cross breeding, pure
breeding dan lain – lainnya. Dalam hal ini masing – masing sistem perkawinan
mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing – masing. Croos breeding sendiri
merupakan salah satu sistem perkawinan ternak dengan mengawinkan ternak dari
bangsa yang berbeda.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah
yang dimasksud dengan Crossbreeding ?
2. Apa
sajakah contoh ternak yang mengalami ceossbreeding ?
1.3 Tujuan Dan Manfaat
Adapun tujuan dari pembahasan metri
dalam makalah ini aalah untuk mengetahui dan memahami lebih mendalam mengenai
sistem perkawinan ternak khususnya sistem crossbreeding. Selain itu pengetahuan
tentang contoh ternak yang termasuk dalam jenis ternak hasil crossbreeding juga juga merupakan slah satu manfaat yang
bisa didapatkan.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
Perkawinan merupakan salah satu point
penting dalam ilmu pemuliaan ternak. Karena salah satu metode untuk mendapatkan
bibit unggul dalam pemuliaan ternak adalah dengan proses perkawinan. Selain
dengan beberapa metode yang lainnya, seperti seleksi, culling, dan replacement.
Perkawinan dalam pemuliaan ternak merupakan
salah satu point yang memegang peranan sangat, karena berhubungan dengan usaha
memperbanyak ternak yang sudah dirasa lulus seleksi atau dalam kata lain sudah
dikatakan sebagi bibit unggul. Dengan mengawinkan ternak unggul tersebut maka,
keberadaan bibit unggul akan dapat terus dipelihaara.
Sistem Perkawinan :
Silang dalam (Inbreeding)
Silang
dalam adalah perkawinan antara dua individu yang masih mempunyai hubungan
keluarga. Dua individu dikatakan masih mempunyai kaitan kekeluargaan, bila
kedua individu tadi mempunyai satu atau lebih moyang bersama (common
ancertor), 6 sampai 8 generasi ke atas. Anak dari hasil perkawinansilang
dalam disebut individu yang tersilang dalam (inbreed animl)
(Hardjosubroto, 1994).
Silang luar (Outbreeding)
Silang luar adalah sisitem yang paling banyak digunakan dalam
kelompok ternak bibit dari ternak besar di banyak negara di dunia. Juga
digunakan pada hampir semua kelompok ternak niaga bila telah diputuskan untuk
menggunakan satu bangsa tunggal dari pada suatu program perkawinan silang
(Warwick et al. 1990).
Persilangan galur (Linecrosing)
Persilangan galur adalah perkawinan ternak-ternak dari dua galurinbreed dari
bangsa yang sama. Persilangan galur inbreed dari dua jenis
yang berbeda kadang-kadang disebut perkawinan silang galur (Line Cross
Breeding) (Warwick et al., 1990).
Penggaluran (Line Breeding)
Hardjosubroto (1994) menerangkan, penggaluran adalah salah satu
metode perkawinan silang dalam antara individu-individu dengan salah satu
moyang bersama dengan maksud agar hubungan antara individu dengan moyang
bersama terpelihara sedekat mungkin.
Perkawinan Silang (Crossbreeding)
Perkawinan silang adalah perkawinan ternak-ternak dari bangsa yang
berbeda (Warwick et al., 1990). Tekhnisnya Crossbreeding ini
hanya berlaku untuk persilangan pertama pada bred asli, tetapi
secara umum berlaku juga untuk sistem crisscrossingdari dua jenis
atau rotasi persilangan dari tiga atau lebih bibit dan untuk menyilangkan
pejantan murni dari satu ras untuk menaikan tingkatan betina dari ras yang yang
lain (Warwick dan Legates,1979).
Grading Up
Grading Up adalah perkawinan pejantan murni dari satu
bangsa dengan betina yang belum didiskripsikan atau belum diperbaiki dan dengan
keturunannya betina dari generasi ke generasi (Warwick et al., 1990).
Kemudian Hardjosubroto (1994) menerangkan bahwa, Grading upadalah
sistem perkawinan silang yang keturunanya selalu disilangkanbalikan (back
crossing) dengan bangsa pejantannyadengan maksud mengubah bangsa induk
menjadi bangsa pejantan nya.
Persilangan Spesies
Sejak
dahulu ternak-ternak diklasifikasikan ke dalam spesies yang berbeda
sifat-sifatnya satu sama lain. Kebanyakan ternak yang diklasifikasikan dalam
spesies yang berbeda tidak dapat disilangkan. Tetapi kadang-kadang persilangan
mungkin terjadi antara spesies yang berkerabat dekat. Hasil persilangan
tersebut sebagian besar tidak dapat diramalkan (Warwick et al.,1990).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Crossbreeding
Perkawinan silang adalah perkawinan ternak-ternak dari bangsa yang
berbeda (Warwick et al., 1990). Tekhnisnya Crossbreeding ini
hanya berlaku untuk persilangan pertama pada bred asli, tetapi
secara umum berlaku juga untuk sistem crisscrossing dari dua jenis
atau rotasi persilangan dari tiga atau lebih bibit dan untuk menyilangkan
pejantan murni dari satu ras untuk menaikan tingkatan betina dari ras yang yang
lain (Warwick dan Legates,1979).
Crossbreeding
merupakan persilangan antar ternak dari bangsa (breed) yang berbeda. Crossbreeding
sapi potong mempunyai tujuan antara lain: a) membentuk bangsa teranak baru (composite
breed), b) meningkatkan produksi ternak lokal, c) mendapatkan efek
heterosis (sifat yang muncul dari persilangan yang berbeda dari induknya), d)
mendapatkan komplementari bangsa (breed complementary). Di dunia
sapi potong praktek persilangan ini banyak dilakukan untuk membentuk terminal
cross atau composite breed antara Bos taurus dan Bos
indicus. Australia merupakan negara peternakan yang banyak melakukan
praktek ini untuk membentuk bangsa sapi baru yang tahan panas, tahan kering dan
tahan caplak, namun mempunyai produktivitas yang tetap tinggi. Tercatat antara
lain muncullah bangsa sapi baru silangan Bos taurus-Bos indicus, antara
lain Simbrah (Simmental-Brahman), Brangus (Brahman-Angus), Australian
Milking Zebu, Draught Master, Brahman Cross, Sahiwal Cross. Sejauh ini
tidak dilaporkan adanya penurunan tingkat fertilitas secara signifikan bangsa
sapi silangan tersebut di Australia dengan manajemen peternakan pastura ekstensif.
Dalam Crossbreeding terdapat 4 macam sistem, yakni :
1. Sistem Terminal (Terminal System)
2. Sistem Rotasi (Rotational System)
3. Sistem Kombinasi (Rotaterminal
System)
4. Sistem Komposit (Composite System)
Berikut adalah penjelasan mengenai keempat sistem dari
crossbreeding :
1.
Sistem
Terminal (Terminal System)
Sistem ini
merupakan salah satu sistem dari crossbreeding, yang dimana dalam sistem ini
menggunakan 2 breed/ bangsa yang berbeda. Dalam sistem terminal ini, semua anak
sapi hasil persilangan dijual dan betina pengganti (female replacements)
diambil dari betina di luar kelompok. Betina yang dipilih sebagai induk yakni
betina yang telah melewati seleksi sehingga didapatkan betina yang baik,
tingkat produksi susu serta mothering ability yang baik. Sedangkan untuk
jantan, tingkat pertumbuhan serta karakteristik karkas yang baik adalah
merupakan hal yang sangat penting.
Adapun
keuntungan yang diperoleh dengan adanya sistem ini adalah memungkinkan untuk
meningkatkan heterosis progeny sebesar 100% selain itu juga dapat meningkatkan
breed complementary. Sedangkan, kekurangan yang didapat dari sistem ini yakni
diperlukan ladang pengembalaan (pasture) yang memenuhi syarat baik kuantitas
maupun kualitas, karena mengingat dalam sistem ini yang terlibat adalah 2
kelompok ternak sapi yang saling berbeda bangsa sehingga dimungkinkan juga
berbeda dalam mengkonsumsi pakan/ hijauan (Frahm, R).
2.
Sistem
Rotasi (Rotational System)
Dalam
sistem ini diperlukan 2 atau 3 bangsa ternak yang berbeda. Secara umum terdapat
dua macam sistem rotasi, yakni sistem rotasi 2 bangsa (Two-Breed Rotational
Breed) dan sistem rotasi 3 bangsa (Three-Breed Rotational Breed). Namun, sistem
yang banyak digunakan adalah sistem rotasi dengan menggunakan 3 bangsa ternak
yang berbeda. Sedikit pemaparan mengenai sistem rotasi 2 bangsa, yakni ♀ dari
breed A disilangkan dengan ♂ breed B, dan ♀ breed B disilangkan dengan ♂ breed
A. Dalam sistem ini, akan didapatkan peningkatan heterosis sebesar 66%. Pada
keturunannya akan memiliki 2/3 gen dari bangsa induknya, sedangkan 1/3 gen
berasal dari bangsa lain.
Sedangkan
untuk sistem rotasi dengan 3 bangsa, dalam 1 peternakan terdiri dari 3 bangsa
ternak, yang dimana ♀ breed A digunakan sebagai female replacements untuk
kemudian disilangkan dengan ♂ breed B. Ternak ♀ hasil
persilangan tadi digunakan sebagai female
replacements yang kemudian disilangkan dengan ♂ breed C. Ternak ♀ hasil
persilangan ini kemudian digunakan sebagai female
replacements yang kemudian akan disilangkan dengan ♂ breed A.
Adapun
keuntungan yang diperoleh dari sistem rotasi 3 bangsa ini adalah dapat
meningkatkan heterosis atau hybrid vigor lebih tinggi 20% - 21% dibandingkan
dengan sistem rotasi 2 bangsa, yakni sebesar 86% - 87%. Disamping itu kerugian
yang diperoleh dalam sistem ini adalah kesulitan dalam pemeliharaan bila
dibandingkan dengan sistem rotasi dengan 2 bangsa,
Mengingat
bahwa dalam sistem ini menggunakan 3 bangsa ternak yang berbeda,
sehingga juga dibutuhkan pasture yang dapat
mencukupi maintenance (kebutuhan sehari-hari) dari ternak tersebut, serta pakan
yang tersedia harus sesuai dengan A.I (animal unit) agar tidak terjadi
overgrazing ( ∑ ternak > hijauan )
dan undergrazing (∑ ternak < hijauan).
3.
Sistem
Kombinasi (Rotaterminal System)
Sistem kombinasi ini merupakan sistem crossbreeding yangmengkombinasikan
antara sistem rotasi (rotational system) dengan sistem terminal
(terminal system). Dimana sistem rotasi
berfungsi untuk menyediakan female replacements (♀) dengan jalan
persilangan antara breed A dengan breed B (A*B Rot) sedangkan sistem terminal
berfungsi untuk menghasilkan keturunan yang kemudian akan dijual.
Adapun
keuntungan yang diperoleh dari sistem kombinasi ini adalah dimungkinkan dapat
meningkatkan berat sapih sekitar 21%. Disamping itu, juga dapat
meningkatkan heterosis yang berasal terminal
cross. Dapat diasumsikan bahwa, kita akan mendapatkan 66% heterosis dari
sistem rotasi (2 breed) dan 100% heterosis dari sistem terminal dan 50% dari
total sapi di dalam Herd C ( kelompok C [T * (A*B)] ), ini dapat memungkinkan
yakni kira-kira heterosis yang akan diperoleh adalah sebesar 83% (Frahm, R).
Sedangkan
kerugian yang diperoleh dari sistem ini adalah setidaknya, minimal peternak
memiliki 3 ladang pengembalaan (pasture), minimal terdiri dari 100
sapi/kelompok, diperlukan kedisiplinan serta
ketelitian dala mengidentifikasi sapi menurut
tahun kelahirannya sebagaimana bangsa induknya (Nick, 2005).
4.
Sistem
Komposit (Composite System)
Composite
berarti keturunan baru, yakni dimana crossbreeding
digunakan untuk membentuk keturunan baru/ komposit. Setelah keturunan tersebut
terbentuk maka akan dibentuk sebuah kawasan atau kelompok untuk breed baru
tersebut.
Keuntungan dari keturunan komposit mencangkup kemudahan
manajemen, konsistensi heterosis yang tinggi dan seringkali bahwa keturunan
baru ini dapat berkembang biak dalam suatu lingkungan yang ideal untuk dikembangkan
secara khusus.
3.2
Contoh Perkawinan Crossbreeding
Sapi
Santa Gertrudis
Merupaka hasil perkawinan antara sapi
Brahman dengan sapi Shorthorn.
Sapi
Brangus
Hasil perkawinan
antara sapi Brahman dengan sapi Aberdeen Angus. Komposisi darahnya adalah 3/8
Brahman, 5/8 Angus.
Sapi
Beef Master
Hasil persilangan
antara sapi Brahman, Shorthorn dan sapi Hereford, dengan komposisi darah : 25%
Hereford, 25% Shorthorn, 50% Brahman.
Sapi
Charbray
Hasil kawin silang sapi
Brahman dengan sapi Charolais. Komposisi darahnya adalah 3/16 Brahman, dan
13/16 Charolais.
Ayam Magon
Jenis ayam ini hasil dari crossbreeding
antara ayam Pama dengan Saigon (pama-saigon = magon). Ayam saigon yang dimaksudkan
disini dari jenis modern yang merupakan hasil cross antara ayam asli vietnam
dengan ayam Madagaskar, biasanya ayam ini sudah tidak memiliki bulu botak lagi
atau berbulu lebih lebat. Karakter yang diharapkan dari jenis ayam Magon ini
adalah jenis ayam aduan dengan gaya bertarung seperti ayam Burma akan tetapi
memiliki zise besar & ketahanan pukulan yang lebih tangguh seperti ayam saigon
diharapkan akan lebih mudah untuk mendapatkan lawan tandingan.
Ayam
Makhoe
Trend generasi terbaru dari ayam pakhoe adalah hasil
crossbreeding antara ayam pakhoe dengan ayam burma yang disebutnya makhoe =
pama pakhoe. Tentunya ayam jenis ini memiliki karakter bermain ketip bulu (nyangkul)
atau mematuk segalanya & memukulnya ke badan keras-keras, bahkan juga ke kepala
dengan akurasi yang lebih baik.
Ayam Pakhoe
Ayam Pakhoe sebenarnya ayam new release
dari bangkok, awalnya ayam tersebut khusus untuk melawan Burma. karena untuk
ukuran kelas di bawah 3 kg Burma di kalangan di bangkok hampir tidak
terkalahkan, maka ayam burma di juluki hoe=setan oleh peternak di bangkok
membuat trah baru yang terdiri dari 4 darah (bangkok, burma, Saigon, Brazil)
yang setelah direlease ternyata hampir selalu mampu mengalahkan ayam Burma,
maka di sebut pakhoe=pemukul setan.
Ayam Pama
Meupakan ayam dari genetik Burma mix Bangkok atau
yang lebih dikenal dengan Pama, sekarang di negeri Siam telah terbukti menjadi
yang terbaik. Dari gen inilah telah banyak di lakukan perkawinan silang
(crossbreeding) dengan gen ayam Thai, Saigon / ganoi, Pakhoe, Brazilian, yang
menghasilkan berbagai jenis seperti ayam Magon (pama-saigon), MaThai
(pama-thai) dan nama-nama lain. Ayam Pama mempunyai jenis permainan yang bisa
dibilang unik dimana tingkat akurasi/ ketepatan pukulannya sangat tinggi.
Pukulannya yang keras & cepat selalu mengenai bagian kepala, mata &
paruh. Tehnik permainannya yang unik, dimana banyak sepak (Tembak / mranggal)
dan devensif susah masuk belit selain Anti Lock) telah banyak menyebabkan ayam
dari jenis Bangkok yang terkenal dengan super lock harus sering tersungkur di
dalam gelanggang.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Crossbreeding
merupakan persilangan antar ternak dari bangsa (breed) yang berbeda.
2. Crossbreeding sapi
potong mempunyai tujuan antara lain: a) membentuk bangsa teranak baru (composite
breed), b) meningkatkan produksi ternak lokal, c) mendapatkan efek
heterosis (sifat yang muncul dari persilangan yang berbeda dari induknya), d)
mendapatkan komplementari bangsa (breed complementary).
3.
Dalam
Crossbreeding terdapat 4 macam sistem, yakni :
Sistem
Terminal (Terminal System)
Sistem
Rotasi (Rotational System)
Sistem
Kombinasi (Rotaterminal System)
Sistem
Komposit (Composite System)
4.
Contoh Perkawinan Crossbreeding :
Sapi Santa Gertrudis, Sapi Charbray, Sapi Beef Master, Sapi Brangus, Ayam Magon, Ayam Makhoe, Ayam Pama dan Ayam Pakhoe.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/54678531/Bahan-Kuliah-Ilmu-Pemuliaan-Ternak
( diakses pada Sabtu, 5 januari 2013, pukul 08.13 WITA )
http://bengkoloeasrifarm.blogspot.com/2012/04/cross-breeding.html
( diakses pada Minggu, 6 januari 2013, pukul 15.24 WITA )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar