1)
Hewan Ruminansia
Hewan ruminansia
merupakan kelompok
hewan pemakan tumbuhan (herbivora)
yang mencerna makanannya dalam dua
langkah:
pertama dengan menelan bahan mentah, kemudian mengeluarkan makanan yang sudah
setengah dicerna dari perutnya dan mengunyahnya lagi yang dilanjutkan proses fermentasi oleh berbagai macam
mikrobia yang terdapat dalam rumen. Mikrobia yang terdapat dalam rumen
terdiri dari: mikroflora (bakteria), mikrofauna (protozoa), fungi dan
bakteriophages. Mikrobia ini sangat berperan penting ternak ruminansia dalam
mencerna bahan pakan yang banyak mengandung selulosa.
Hewan yang termasuk
Ruminantia (memamah
biak), seperti sapi,
kerbau,
kambing,
domba,
jerapah,
bison, rusa,
kancil,
gnu,
dan antilop(anonim, 2011).
2)
Pencernaan Hewan Ruminansia
Pencernaan hewan ruminansia sangat berbeda dengan hewan monogastrik.
Pada hewan ruminansia terjadi dua proses penting dalam melakukan pencernaan
yaitu pada tahap pertama pencernaan secara mekanik yang terjadi dalam mulut dengan
bantuan gigi dan saliva. Didalam mulut makanan yang berupa serat dihaluskan dan
dicampur dengan saliva kemudian dilanjutkan ketahapan pencernaan kedua berupa
pencernaan fermentative yang melibatkan mikroorganisme yang terdapat di dalam
organ pencernaan yang disebut sebagai rumen. Rumen merupakan organ pencernaan
berupa lambung ang terdiri dari rumen, reticulum, omasum dan abomasums. Proses
pencernaan fermentative di daam reticulum-rumen terjadi sangat intensif dan dalam
kapasitas yang sangat besar.(Soetanto, 2007)
Proses pencernaan tersebut terletak sebelum usus halus atau organ
penyerapan utama , hal tersebut sangat menguntungkan karna makanan yang
didapatkan dapt diubah dan disajikan dalam bentuk produk fermentasi yang mudah
diserap oleh hewan ruminansia, serta menjadikan kemampuan pemanfaatan pakan
serat dalam jumlah lebih banyak akan lebih efisien(Soetanto, 2007).
Rumen berfungsi sebagai tempat penampungan sementara sebelum pakan
mengalami pencernaan yang sebenarnya. Di dalam rumen , pakan yang telah ditelan
akan mengalami fermentasi dan penguraian oleh enzim yang dihasilkan
mikroorganisme anaerobic, yang terdapat secara alami di dalam rumen. Peranan mikroorganisme
rumen dalam proses pencernaan pakan berserat adalah mengurai senyawa-senyawa
kompleks seperti selulosa dan hemiselulosa menjadi senyawa-swnyawa sederhana
yang dapat dimanfaatkan oleh hewan tersebut senagai sumber energy, protein,
vitamin untuk proses pertumbuhannya. Mikroorganisme di alam rumen menghasilkan
enzim yang mampu menghidrolisis selulosa dan
hemiselulosa serta pati dengan adanya simbiosis dengan mikroorganisme
lain yang terdapat dalam rumen. Hasil hidrolisis yang berupa rantai karbon
sederhana dimanfaatkan menjadi asam lemak volatile yang mampu diserap oleh
tubuh dan dijadikan sumber energy bagi hewan ruminansia( Arora, 1989)
Pada rumen terdapat empat jenis mikroba yang terdiri dari populasi
bakteri, protozoa, jamur dan virus yang pada umumnya bersifat anaerobic. Di
dalam rumen populasi berbagai bakteri dan virus saling berinteraksi melalui
hubungan simbiosa dan menghasilkan produk-produk khas dari proses fermentatif
selulosa, hemiselulosa, dan pati yang berasal dari tumbuhan. Bakteri tertentu
yang terdapat dalam rumen dapat menngunakan CO2, H2, dan
format yang diproduksi pada saluran pencernaan rumen untuk membentuk metana(
Arora, 1989).
3)
Mikroba Pada Rumen
Bakteri dalam rumen
Di
dalam rumen terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya. Mikroba rumen
dapat dibagi dalam tiga grup utama yaitu bakteri, protozoa dan fungi
(Czerkawski, 1986). Dalam bab
hanya menjelaskan dalam grup Bakteri saja.
Disebabkan karena sebagian besar bakteri rumen berbentuk cocci kecil, morfologinya
tidak dapat dipakai sebagai dasar klasifikasi untuk membedakan spesies. Sebagai
gantinya bakteri rumen diklasifikasikan atas dasar macam substrat yang digunakan
sebagai sumber energi utama, yakni:
a)
Bakteri Selulolitik
Bakteri ini
menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisis ikatan glukosida 1.4, sellulosa
dan dimer selobiosa. Sepanjang yang diketahui tak satupun hewan yang mampu
memproduksi enzim selulase sehingga pencernaan selulosa sangat tergantung pada
bakteri yang terdapat di sepanjang saluran pencernaan pakan. Bakteri
selulolitik akan dominan apabila makanan utama ternak berupa serat kasar.
Contoh bakteri selulolitik antara lain adalah :
Bacteriodes succinogenes
Ruminicoccus flavefaciens
Ruminicoccus albus
Cillobacterium cellulosolvens
b)
Bakteri
Hemiselulolitik
Hemiselulosa
berbeda dengan selulosa terutama dalam kandungan pentosa , gula heksosa serta
biasanya asam uronat. Hemiselulosa merupakan struktur polisakarida yang penting
dalam dinding sel tanaman. Mikroorganisme yang dapat menghidrolisa selulosa
biasanya juga dapat menghidrolisa hemiselulosa. Meskipun demikian ada beberapa
spesies yang dapat menghidrolisa hemiselulosa tetapi tidak dapat menghidrolisa
selulosa. Contoh bakteri hemiselulolitik antara lain:
Butyrivibrio fibriosolven
Bacteriodes ruminicola
c)
Acid Utilizer
Bacteria (bakteri pemakai asam)
Beberapa janis bakteri dalam rumen dapat menggunakan
asam laktat meskipun jenis bakteri ini umumnya tidak terdapat dalam jumlah yang
berarti. Jenis lainnya dapat menggunakan asam suksinat, malat dan fumarat yang
merupakan hasil akhir fermentasi oleh bakteri jenis lainnya. Asam format dan
asetat juga digunakan oleh beberapa spesies, meskipun mungkin bukan sebagai
sumber enersi yang utama. Asam oksalat yang bersifat racun pada mamalia akan
dirombak oleh bakteri rumen, sehingga menyebabkan ternak ruminansia mampu
mengkonsumsi tanaman yang beracun bagi ternak lainnya sebagai bahan makanan.
Beberapa spesies bakteri pemakai asam laktat yang dapat dijumpai dalam jumlah
yang banyak setelah ternak mendapatkan tambahan jumlah makanan butiran maupun
pati dengan tiba-tiba adalah :
Peptostreptococcus bacterium
Propioni
bacterium
Selemonas
lactilytica
d)
Bakteri
Amilolitik
Beberapa bakteri
selulolitik juga dapat memfermentasi pati, meskipun demikian beberapa jenis
bakteri amilolitik tidak dapat menggunakan/memfermentasi selulosa. Bakteri
amilolitik akan menjadi dominan dalam jumlahnya apabila makanan mengandung pati
yang tinggi, seperti butir-butiran. Bakteri amilolitik yang terdapat di dalam
rumen antara lain:
Bacteriodes amylophilus
Butyrivibrio
fibrisolvens
Bacteroides ruminicola
Streptococcus bovis
e)
Sugar
Untilizer Bacteria (bakteri pemakai gula)
Hampir semua
bakteri pemakai polisakarida dapat memfermentasikan disakarida dan
monosakarida. Tanaman muda mengandung karbohidrat siap terfermentasi dalam
konsentrasi yang tinggi yang segera akan mengalami fermentasi begitu sampai di
retikulo-rumen. Kesemua ini merupakan salah satu kelemahan/kerugian dari sistem
pencernaan ruminansia. Sebenarnya gula akan lebih efisien apabila dapat dicerna
dan diserap langsung di usus halus.
f)
Bakteri
Proteolitik
Bakteri
proteolitik merupakan jenis bakteri yang paling banyak terdapat pada saluran
pencernaan makanan mamalia termasuk karnivora (carnivora). Didalam rumen, beberapa
spesies diketahui menggunakan asam amino sebagai sumber utama enersi. Beberapa
contoh bakteri proteolitik antara lain:
Bacteroides amylophilus
Clostridium sporogenes
Bacillus
licheniformis
g)
Bakteri
Methanogenik
Sekitar 25
persen dari gas yang diproduksi didalam rumen adalah gas methan. Bakteri
pembentuk gas methan lambat pertumbuhannya. Contoh bakteri ini antara lain:
Methanobacterium ruminantium
Methanobacterium formicium
h)
Bakteri
Lipolitik
Beberapa spesies
bakteri menggunakan glycerol dan sedit gula. sementara itu beberapa spesies
lainnya dapat menghidrolisa asam lemak tak jenuh dan sebagian lagi dapat
menetralisir asam lemak rantai panjang menjadi keton. Enzim lipase bakteria dan
protozoa sangat efektif dalam menghidrolisa lemak dalam chloroplast.
Contoh bakteri lipolitik antara lain:
Anaerovibrio lipolytica
Selemonas
ruminantium var. lactilytica(soetanto,
2007)
i)
Bakteri
Ureolitik
Sejumlah spesies
bakteri rumen menunjukkan aktivitas ureolitik dengan jalan menghidrolisis urea
menjadi CO2 dan amonia. Beberapa jenis bakteri ureolitik menempel pada
epithelium dan menghidrolisa urea yang masuk kedalam rumen melalui difusi dari
pembuluh darah yang terdapat pada dinding rumen. Oleh karena itu konsentrasi
urea dalam cairan rumen selalu rendah. Salah satu contoh bakteri ureolitik ini
misalnya adalah Streptococcus sp. Di dalam rumen yang normal biasanya jumlah
bakteri ini mencapai antara 15 – 80 x 109 isi rumen. Meskipun demikian jumlah
ini mngkin dapat menurun sampai hanya 4 x109 permililiter pada ternak yang
diberi pakan wheat straw dan pada kondisi padang rumput yang bagus jumlah ini
dapat naik setinggi 88 x 109 permililiter pada domba. Beberapa contoh ukuran
dan bentuk sel bakteri rumen disajikan pada Gambar berikut ini.(anonim, 2011)
Ragam morfologi bakteri rumen. A. Rossete
Quin’s organisme dan Selenomonas ; B. bentuk sarkina ; C. rantai cocci
besar ; D. Oscillospira guillermondii ; E. bentuk clostridia dari Clostridia
lochheadii ; F. rantai cocci yang amat panjang
Protozoa rumen
Sebagian besar
protozoa yang terdapat didalam rumen adalah cilliata meskipun flagellata
juga banyak dijumpai. Cilliata ini merupakan non pathogen dan anaerobic
michroorganism. Pada kondisi rumen yang normal dapat dijumpai ciliata
sebanyak 105 – 106 perml isi rumen.
Sejak pertama
kali ditemukan oleh Gruby and Delafond (1843), telah banyak dilakukan
penelitian tentang taksonomi, fisiologi dan nutrisi cilliata. Seperti
halnya bakteri, cilliata juga mampu memfermentasi hampir seluruh komponen
tanaman yang terdapat didalam rumen seperti: selulosa, hemiselulosa, fruktosan,
pektin, pati, gula terlarut dan lemak.
Dari hasil
serangkaian studi, diperoleh informasi bahwa ciliata diduga mempunyai peranan
sebagai sumeber protein dengan keseimbangan kandungan asam amino yang lebih
baik dibandingkan dengan bakteri sebagai makanan ternak
ruminansia. Selain itu ciliata/protozoa juga menelan
partikel-partikel pati sehingga memperlambat terjadinya fermentasi. Sepanjang
hanya spesies tertentu dari ciliata ini yang mampu mencerna selulosa dengan
hasil akhir berupa asam lemak terbang (VFA).
Meskipun telah
lama dipelajari, ciliata masih merupakan organisme yang rumit untuk
diidentifikasikan secra tegas, karena organisme ini tidak mempunyai hubungan
sama sekali dengan hewan bersel tunggal lainnya.
Meskipun protozoa merupakan massa
yang besar dari mikrobia rumen, kepentingannya dalam metabolisme dalam rumen
kurang terang. Protozoa metabolismekan protein diet dan bakteria dan mengandung
10-40% N dari N rumen.
Secara morphologis protozoa dalam
rumen dibagi dalam 2 ordo, yaitu:
a)
Holotrich
Merupakan protozoa dengan ukuran
yang lebih besar, berbentuk oval, dengan baris-baris cilia pada seluruh
tubuhnya. Terdapat 2 genus yaitu: isotrich dan dasytrich. Sumber makanan
utamanya adalah glukosa, fruktosa, sukrosa, xylosa, galaktosa dan pektin. Hasil
akhir dari fermentasi adalah karbohidrat dalam bentuk amilopektin, VFA, CO2
dan H2. Amilopektin merupakan cadangan karbohidrat untuk diproses
berikutnya. Beberapa spesies Holotrich yaitu: isotricha intestinalis, isotricha
prostoma, dasytricha ruminantium.
b)
Oligotrich
Merupakan protozoa dengan ukuran
lebih kecil, dengan cilia di daerah mulut. Sumber pakan utamanya adalah starch,
selulase dan glactosil gliserida. Dapatnya mencerna plant fiber adalah adanya
proses simbiose intaseluler dengan cellulolytic bacteria atau pada saat
bakteria dimakan oleh protozoa, cellulase yang berada dalam bakteria masih
aktif untuk beberapa lama dan dapat memecah selulosa. Ada tiga macam oligitrich
yaitu: diplodinium, entodinium dan ophyroscolex. Spesies yang ada yaitu:
diplodinium dentatum dan entodinium caudatum.
Adanya protozoa dalam rumen antara
lain untuk menstabilkan fermentasi, bertindak sebagai buffer, mengubah
unsaturated fatty acid menjadi saturated sehingga akan memperbaiki utilisasi
pakan, oleh karena itu maka protozoa dapat disebut esensial untuk optimum
performance hewan tetapi tidak esensial untuk pokok hidupnya.
Jenis dan bentuk ransum mempengaruhi
jumlah dan tipe protozoa. Pakan hay tinggi, protozoa jenis isotrich dan
dasytrich yang terbanyak. Bila pakan mengandung konsentrat, maka jenis
entodinium lebih dominan, sedangkan ransum bentuk pelet akan mengurangi jumlah
protozoa, karena:
Turn over pada rumen relatif
cepat, sedangkan protozoa proses regenerasinya relatif lebih lama.
Ada perubahan fisik dan kimiawi
pada pakan pelet sehingga lebih disenangi bakteria.
Jamur rumen
Sebagaimana
diuaraikan oleh Trinci et al. (1994) bahwa awal penemuan jamur rumen ini
melalui sejarah panjang yaitu saat Braune (1913) dan Hsuing (1930) mendiskripsi
Callimastix frontalis dan C. equi sebagai protozoa. Mikroba yang
pertama kali diisolasi dari caecum kuda ini memiliki polyflagella dan
dikelompokkan ke dalam satu genus dengan parasit copepoda air tawar, sedangkan C.
jolepsi ditemukan di dalam tubuh keong air tawar. Jenis lain yang ditemukan
di dalam rumen serta memiliki monoflagella dikelompokkan ke dalam genus Piromonas
dan Sphaeromonas. Namun Weissenberg (1950) berkesimpulan bahwa C.
cyclopsis mungkin bukan dari jenis protozoa melainkan adalah spora kembara
(zoospora) dari jamur. Pendapat ini didukung oleh Vavra dan Joyon (1966) ketika
mereka menemukan bagian vegetatip jamur yang berupa thallus. Oleh karena itu
Vavra dan Joyon mengelompokkan jenis yang memiliki poliflagella, Callimastix
frontalis kedalam genus baru protozoa Neocallimastix dan memberikan
nama Neocallimastix frontalis.
Sampai dengan
tahun 1977 jamur rumen masih belum banyak menarik perhatian para ahli untuk
menelitinya. Clarke (1977) misalnya dalam salah satu bab yang berjudul ‘’The
Gut and Its Microorganisms” hanya menyebut ragi (yeast) dan kapang (moulds)
sebagai jamur dan dijumpai rumen. Demikian pula disebutkan bahwa kedua jenis
jamur tersebut hanya lewat/singgah (=transients) di saluran pencernaan
hewan ruminansia.Hal ini dibuktikan
bahwa pembiakan kedua jenis jamur tersebut dengan simulator kondisi di dalam
rumen tidak menghasilkan pertumbuhan . Lebih jauh dari itu para ahli selama ini
lebih banyak menggunakan cairan rumen dalam meneliti mikrobiologinya
dibandingkan dengan mengamati apa sebenarnya yang terdapat pada digesta rumen.
Disamping itu sepanjang yang diketahui belum pernah ada laporan tentang jamur
anaerobik sebagaimana kondisi di dalam rumen. Kenyataan ini menjadi berubah
setelah Orpin (1978) melaporkan bahwa mikroorganisme yang selama ini dianggap
sebagai flagelatta diduga adalah spora kembara (zoospores) dari Phycomycetes
(jamur primitif).mDugaan ini dibuktikan dengan bantuan mikroskop elektron oleh
Bauchop(1979) bahwa pada digesta herbivora (domba, sapi, kuda, impala,
kangaroo, gajah) terdapat bentuk mikroorganisme yang mirip dengan phycomycetes
dengan struktur umum terdiri dari hypa dan thallus (Gambar 13) yang merupakan
bentuk vegetatif-generatif dari satu siklus hidup jamur phycomycetes. Sedangkan
sel kembara yang dianggap sebagai flgelatta selama bertahun-tahun memang hidup
pada cairan rumen sampai menemukan partikel tanaman yang akan digunakan sebagai
media tumbuh.
Kenyataan bahwa
mikrooganisme ini selalu banyak terdapat dalam rumen ternak ruminansia yang
diberi ransum basal dengan kandungan serat kasar tinggi (misalnya jerami),
menunjukkan bahwa mikroorganisme ini mempunyai peranan penting dalam pencernaan
serat kasar.
Salah satu ciri
khas jamur rumen ini bila dibandingkan dengan jenis jamur lainnya adalah
kebutuhannya akan kondisi absolut anaerobik (strictly anaerobic) untuk
pertumbuhan dan terbentuknya senyawa hidrogen (H) dalam proses fermentasi selulosa.
Siklus kehidupan mikroorganisme ini dilaporkan berlangsung antara 24 – 30 jam,
menandakan bahwa jamur rumen sangat erat kaitannya dengan material yang sukar
dicerna. Sampai dengan saat ini telah dikenal lebih dari 20 spesies yang
berbeda, meskipun sebagian belum mempunyai nama.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar