Kamis, 14 November 2013

MIKROBA RUMEN


1)      Hewan Ruminansia
Hewan ruminansia merupakan kelompok hewan pemakan tumbuhan (herbivora) yang mencerna makanannya dalam dua langkah: pertama dengan menelan bahan mentah, kemudian mengeluarkan makanan yang sudah setengah dicerna dari perutnya dan mengunyahnya lagi yang dilanjutkan proses fermentasi oleh berbagai macam mikrobia yang terdapat dalam rumen. Mikrobia yang terdapat dalam rumen terdiri dari: mikroflora (bakteria), mikrofauna (protozoa), fungi dan bakteriophages. Mikrobia ini sangat berperan penting ternak ruminansia dalam mencerna bahan pakan yang banyak mengandung selulosa. Hewan yang termasuk Ruminantia (memamah biak), seperti sapi, kerbau, kambing, domba, jerapah, bison, rusa, kancil, gnu, dan antilop(anonim, 2011).
2)      Pencernaan Hewan Ruminansia
Pencernaan hewan ruminansia sangat berbeda dengan hewan monogastrik. Pada hewan ruminansia terjadi dua proses penting dalam melakukan pencernaan yaitu pada tahap pertama pencernaan secara mekanik yang terjadi dalam mulut dengan bantuan gigi dan saliva. Didalam mulut makanan yang berupa serat dihaluskan dan dicampur dengan saliva kemudian dilanjutkan ketahapan pencernaan kedua berupa pencernaan fermentative yang melibatkan mikroorganisme yang terdapat di dalam organ pencernaan yang disebut sebagai rumen. Rumen merupakan organ pencernaan berupa lambung ang terdiri dari rumen, reticulum, omasum dan abomasums. Proses pencernaan fermentative di daam reticulum-rumen terjadi sangat intensif dan dalam kapasitas yang sangat besar.(Soetanto, 2007)
Proses pencernaan tersebut terletak sebelum usus halus atau organ penyerapan utama , hal tersebut sangat menguntungkan karna makanan yang didapatkan dapt diubah dan disajikan dalam bentuk produk fermentasi yang mudah diserap oleh hewan ruminansia, serta menjadikan kemampuan pemanfaatan pakan serat dalam jumlah lebih banyak akan lebih efisien(Soetanto, 2007).
Rumen berfungsi sebagai tempat penampungan sementara sebelum pakan mengalami pencernaan yang sebenarnya. Di dalam rumen , pakan yang telah ditelan akan mengalami fermentasi dan penguraian oleh enzim yang dihasilkan mikroorganisme anaerobic, yang terdapat secara alami di dalam rumen. Peranan mikroorganisme rumen dalam proses pencernaan pakan berserat adalah mengurai senyawa-senyawa kompleks seperti selulosa dan hemiselulosa menjadi senyawa-swnyawa sederhana yang dapat dimanfaatkan oleh hewan tersebut senagai sumber energy, protein, vitamin untuk proses pertumbuhannya. Mikroorganisme di alam rumen menghasilkan enzim yang mampu menghidrolisis selulosa dan  hemiselulosa serta pati dengan adanya simbiosis dengan mikroorganisme lain yang terdapat dalam rumen. Hasil hidrolisis yang berupa rantai karbon sederhana dimanfaatkan menjadi asam lemak volatile yang mampu diserap oleh tubuh dan dijadikan sumber energy bagi hewan ruminansia( Arora, 1989)
Pada rumen terdapat empat jenis mikroba yang terdiri dari populasi bakteri, protozoa, jamur dan virus yang pada umumnya bersifat anaerobic. Di dalam rumen populasi berbagai bakteri dan virus saling berinteraksi melalui hubungan simbiosa dan menghasilkan produk-produk khas dari proses fermentatif selulosa, hemiselulosa, dan pati yang berasal dari tumbuhan. Bakteri tertentu yang terdapat dalam rumen dapat menngunakan CO2, H2, dan format yang diproduksi pada saluran pencernaan rumen untuk membentuk metana( Arora, 1989).
3)      Mikroba Pada Rumen
*      Bakteri dalam rumen
Di dalam rumen terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya. Mikroba rumen dapat dibagi dalam tiga grup utama yaitu bakteri, protozoa dan fungi (Czerkawski, 1986). Dalam bab hanya menjelaskan dalam grup Bakteri  saja. Disebabkan karena sebagian besar bakteri rumen berbentuk cocci kecil, morfologinya tidak dapat dipakai sebagai dasar klasifikasi untuk membedakan spesies. Sebagai gantinya bakteri rumen diklasifikasikan atas dasar macam substrat yang digunakan sebagai sumber energi utama, yakni:
a)      Bakteri Selulolitik
Bakteri ini menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisis ikatan glukosida 1.4, sellulosa dan dimer selobiosa. Sepanjang yang diketahui tak satupun hewan yang mampu memproduksi enzim selulase sehingga pencernaan selulosa sangat tergantung pada bakteri yang terdapat di sepanjang saluran pencernaan pakan. Bakteri selulolitik akan dominan apabila makanan utama ternak berupa serat kasar. Contoh bakteri selulolitik antara lain adalah :
􀀐 Bacteriodes succinogenes
􀀐 Ruminicoccus flavefaciens
􀀐 Ruminicoccus albus
􀀐 Cillobacterium cellulosolvens
b)      Bakteri Hemiselulolitik
Hemiselulosa berbeda dengan selulosa terutama dalam kandungan pentosa , gula heksosa serta biasanya asam uronat. Hemiselulosa merupakan struktur polisakarida yang penting dalam dinding sel tanaman. Mikroorganisme yang dapat menghidrolisa selulosa biasanya juga dapat menghidrolisa hemiselulosa. Meskipun demikian ada beberapa spesies yang dapat menghidrolisa hemiselulosa tetapi tidak dapat menghidrolisa selulosa. Contoh bakteri hemiselulolitik antara lain:
􀀐 Butyrivibrio fibriosolven
􀀐 Bacteriodes ruminicola
c)       Acid Utilizer Bacteria (bakteri pemakai asam)
           Beberapa janis bakteri dalam rumen dapat menggunakan asam laktat meskipun jenis bakteri ini umumnya tidak terdapat dalam jumlah yang berarti. Jenis lainnya dapat menggunakan asam suksinat, malat dan fumarat yang merupakan hasil akhir fermentasi oleh bakteri jenis lainnya. Asam format dan asetat juga digunakan oleh beberapa spesies, meskipun mungkin bukan sebagai sumber enersi yang utama. Asam oksalat yang bersifat racun pada mamalia akan dirombak oleh bakteri rumen, sehingga menyebabkan ternak ruminansia mampu mengkonsumsi tanaman yang beracun bagi ternak lainnya sebagai bahan makanan. Beberapa spesies bakteri pemakai asam laktat yang dapat dijumpai dalam jumlah yang banyak setelah ternak mendapatkan tambahan jumlah makanan butiran maupun pati dengan tiba-tiba adalah :
􀀐 Peptostreptococcus bacterium
􀀐 Propioni bacterium
􀀐 Selemonas lactilytica
d)      Bakteri Amilolitik
Beberapa bakteri selulolitik juga dapat memfermentasi pati, meskipun demikian beberapa jenis bakteri amilolitik tidak dapat menggunakan/memfermentasi selulosa. Bakteri amilolitik akan menjadi dominan dalam jumlahnya apabila makanan mengandung pati yang tinggi, seperti butir-butiran. Bakteri amilolitik yang terdapat di dalam rumen antara lain:
􀀐 Bacteriodes amylophilus
􀀐 Butyrivibrio fibrisolvens
􀀐 Bacteroides ruminicola
􀀐 Streptococcus bovis
e)       Sugar Untilizer Bacteria (bakteri pemakai gula)
Hampir semua bakteri pemakai polisakarida dapat memfermentasikan disakarida dan monosakarida. Tanaman muda mengandung karbohidrat siap terfermentasi dalam konsentrasi yang tinggi yang segera akan mengalami fermentasi begitu sampai di retikulo-rumen. Kesemua ini merupakan salah satu kelemahan/kerugian dari sistem pencernaan ruminansia. Sebenarnya gula akan lebih efisien apabila dapat dicerna dan diserap langsung di usus halus.
f)        Bakteri Proteolitik
Bakteri proteolitik merupakan jenis bakteri yang paling banyak terdapat pada saluran pencernaan makanan mamalia termasuk karnivora (carnivora). Didalam rumen, beberapa spesies diketahui menggunakan asam amino sebagai sumber utama enersi. Beberapa contoh bakteri proteolitik antara lain:
􀀐 Bacteroides amylophilus
􀀐 Clostridium sporogenes
􀀐 Bacillus licheniformis
g)       Bakteri Methanogenik
Sekitar 25 persen dari gas yang diproduksi didalam rumen adalah gas methan. Bakteri pembentuk gas methan lambat pertumbuhannya. Contoh bakteri ini antara lain:
􀀐 Methanobacterium ruminantium
􀀐 Methanobacterium formicium
h)      Bakteri Lipolitik
Beberapa spesies bakteri menggunakan glycerol dan sedit gula. sementara itu beberapa spesies lainnya dapat menghidrolisa asam lemak tak jenuh dan sebagian lagi dapat menetralisir asam lemak rantai panjang menjadi keton. Enzim lipase bakteria dan protozoa sangat efektif dalam menghidrolisa lemak dalam chloroplast. Contoh bakteri lipolitik antara lain:
􀀐 Anaerovibrio lipolytica
􀀐 Selemonas ruminantium var. lactilytica(soetanto, 2007)
i)         Bakteri Ureolitik
Sejumlah spesies bakteri rumen menunjukkan aktivitas ureolitik dengan jalan menghidrolisis urea menjadi CO2 dan amonia. Beberapa jenis bakteri ureolitik menempel pada epithelium dan menghidrolisa urea yang masuk kedalam rumen melalui difusi dari pembuluh darah yang terdapat pada dinding rumen. Oleh karena itu konsentrasi urea dalam cairan rumen selalu rendah. Salah satu contoh bakteri ureolitik ini misalnya adalah Streptococcus sp. Di dalam rumen yang normal biasanya jumlah bakteri ini mencapai antara 15 – 80 x 109 isi rumen. Meskipun demikian jumlah ini mngkin dapat menurun sampai hanya 4 x109 permililiter pada ternak yang diberi pakan wheat straw dan pada kondisi padang rumput yang bagus jumlah ini dapat naik setinggi 88 x 109 permililiter pada domba. Beberapa contoh ukuran dan bentuk sel bakteri rumen disajikan pada Gambar berikut ini.(anonim, 2011)


 Ragam morfologi bakteri rumen. A. Rossete Quin’s organisme dan Selenomonas ; B. bentuk sarkina ; C. rantai cocci besar ; D. Oscillospira guillermondii ; E. bentuk clostridia dari Clostridia lochheadii ; F. rantai cocci yang amat panjang
*      Protozoa rumen
Sebagian besar protozoa yang terdapat didalam rumen adalah cilliata meskipun flagellata juga banyak dijumpai. Cilliata ini merupakan non pathogen dan anaerobic michroorganism. Pada kondisi rumen yang normal dapat dijumpai ciliata sebanyak 105 – 106 perml isi rumen.
Sejak pertama kali ditemukan oleh Gruby and Delafond (1843), telah banyak dilakukan penelitian tentang taksonomi, fisiologi dan nutrisi cilliata. Seperti halnya bakteri, cilliata juga mampu memfermentasi hampir seluruh komponen tanaman yang terdapat didalam rumen seperti: selulosa, hemiselulosa, fruktosan, pektin, pati, gula terlarut dan lemak.
Dari hasil serangkaian studi, diperoleh informasi bahwa ciliata diduga mempunyai peranan sebagai sumeber protein dengan keseimbangan kandungan asam amino yang lebih baik dibandingkan dengan bakteri sebagai makanan ternak
ruminansia. Selain itu ciliata/protozoa juga menelan partikel-partikel pati sehingga memperlambat terjadinya fermentasi. Sepanjang hanya spesies tertentu dari ciliata ini yang mampu mencerna selulosa dengan hasil akhir berupa asam lemak terbang (VFA).
Meskipun telah lama dipelajari, ciliata masih merupakan organisme yang rumit untuk diidentifikasikan secra tegas, karena organisme ini tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan hewan bersel tunggal lainnya.
Meskipun protozoa merupakan massa yang besar dari mikrobia rumen, kepentingannya dalam metabolisme dalam rumen kurang terang. Protozoa metabolismekan protein diet dan bakteria dan mengandung 10-40% N dari N rumen.
Secara morphologis protozoa dalam rumen dibagi dalam 2 ordo, yaitu:
a)      Holotrich
Merupakan protozoa dengan ukuran yang lebih besar, berbentuk oval, dengan baris-baris cilia pada seluruh tubuhnya. Terdapat 2 genus yaitu: isotrich dan dasytrich. Sumber makanan utamanya adalah glukosa, fruktosa, sukrosa, xylosa, galaktosa dan pektin. Hasil akhir dari fermentasi adalah karbohidrat dalam bentuk amilopektin, VFA, CO2 dan H2. Amilopektin merupakan cadangan karbohidrat untuk diproses berikutnya. Beberapa spesies Holotrich yaitu: isotricha intestinalis, isotricha prostoma, dasytricha ruminantium.
b)     Oligotrich
Merupakan protozoa dengan ukuran lebih kecil, dengan cilia di daerah mulut. Sumber pakan utamanya adalah starch, selulase dan glactosil gliserida. Dapatnya mencerna plant fiber adalah adanya proses simbiose intaseluler dengan cellulolytic bacteria atau pada saat bakteria dimakan oleh protozoa, cellulase yang berada dalam bakteria masih aktif untuk beberapa lama dan dapat memecah selulosa. Ada tiga macam oligitrich yaitu: diplodinium, entodinium dan ophyroscolex. Spesies yang ada yaitu: diplodinium dentatum dan entodinium caudatum.
Adanya protozoa dalam rumen antara lain untuk menstabilkan fermentasi, bertindak sebagai buffer, mengubah unsaturated fatty acid menjadi saturated sehingga akan memperbaiki utilisasi pakan, oleh karena itu maka protozoa dapat disebut esensial untuk optimum performance hewan tetapi tidak esensial untuk pokok hidupnya.
Jenis dan bentuk ransum mempengaruhi jumlah dan tipe protozoa. Pakan hay tinggi, protozoa jenis isotrich dan dasytrich yang terbanyak. Bila pakan mengandung konsentrat, maka jenis entodinium lebih dominan, sedangkan ransum bentuk pelet akan mengurangi jumlah protozoa, karena:
 Turn over pada rumen relatif cepat, sedangkan protozoa proses regenerasinya relatif lebih lama.
 Ada perubahan fisik dan kimiawi pada pakan pelet sehingga lebih disenangi bakteria.
*      Jamur rumen
Sebagaimana diuaraikan oleh Trinci et al. (1994) bahwa awal penemuan jamur rumen ini melalui sejarah panjang yaitu saat Braune (1913) dan Hsuing (1930) mendiskripsi Callimastix frontalis dan C. equi sebagai protozoa. Mikroba yang pertama kali diisolasi dari caecum kuda ini memiliki polyflagella dan dikelompokkan ke dalam satu genus dengan parasit copepoda air tawar, sedangkan C. jolepsi ditemukan di dalam tubuh keong air tawar. Jenis lain yang ditemukan di dalam rumen serta memiliki monoflagella dikelompokkan ke dalam genus Piromonas dan Sphaeromonas. Namun Weissenberg (1950) berkesimpulan bahwa C. cyclopsis mungkin bukan dari jenis protozoa melainkan adalah spora kembara (zoospora) dari jamur. Pendapat ini didukung oleh Vavra dan Joyon (1966) ketika mereka menemukan bagian vegetatip jamur yang berupa thallus. Oleh karena itu Vavra dan Joyon mengelompokkan jenis yang memiliki poliflagella, Callimastix frontalis kedalam genus baru protozoa Neocallimastix dan memberikan nama Neocallimastix frontalis.
Sampai dengan tahun 1977 jamur rumen masih belum banyak menarik perhatian para ahli untuk menelitinya. Clarke (1977) misalnya dalam salah satu bab yang berjudul ‘’The Gut and Its Microorganisms” hanya menyebut ragi (yeast) dan kapang (moulds) sebagai jamur dan dijumpai rumen. Demikian pula disebutkan bahwa kedua jenis jamur tersebut hanya lewat/singgah (=transients) di saluran pencernaan hewan  ruminansia.Hal ini dibuktikan bahwa pembiakan kedua jenis jamur tersebut dengan simulator kondisi di dalam rumen tidak menghasilkan pertumbuhan . Lebih jauh dari itu para ahli selama ini lebih banyak menggunakan cairan rumen dalam meneliti mikrobiologinya dibandingkan dengan mengamati apa sebenarnya yang terdapat pada digesta rumen. Disamping itu sepanjang yang diketahui belum pernah ada laporan tentang jamur anaerobik sebagaimana kondisi di dalam rumen. Kenyataan ini menjadi berubah setelah Orpin (1978) melaporkan bahwa mikroorganisme yang selama ini dianggap sebagai flagelatta diduga adalah spora kembara (zoospores) dari Phycomycetes (jamur primitif).mDugaan ini dibuktikan dengan bantuan mikroskop elektron oleh Bauchop(1979) bahwa pada digesta herbivora (domba, sapi, kuda, impala, kangaroo, gajah) terdapat bentuk mikroorganisme yang mirip dengan phycomycetes dengan struktur umum terdiri dari hypa dan thallus (Gambar 13) yang merupakan bentuk vegetatif-generatif dari satu siklus hidup jamur phycomycetes. Sedangkan sel kembara yang dianggap sebagai flgelatta selama bertahun-tahun memang hidup pada cairan rumen sampai menemukan partikel tanaman yang akan digunakan sebagai media tumbuh.

Kenyataan bahwa mikrooganisme ini selalu banyak terdapat dalam rumen ternak ruminansia yang diberi ransum basal dengan kandungan serat kasar tinggi (misalnya jerami), menunjukkan bahwa mikroorganisme ini mempunyai peranan penting dalam pencernaan serat kasar.
Salah satu ciri khas jamur rumen ini bila dibandingkan dengan jenis jamur lainnya adalah kebutuhannya akan kondisi absolut anaerobik (strictly anaerobic) untuk pertumbuhan dan terbentuknya senyawa hidrogen (H) dalam proses fermentasi selulosa. Siklus kehidupan mikroorganisme ini dilaporkan berlangsung antara 24 – 30 jam, menandakan bahwa jamur rumen sangat erat kaitannya dengan material yang sukar dicerna. Sampai dengan saat ini telah dikenal lebih dari 20 spesies yang berbeda, meskipun sebagian belum mempunyai nama.





DAFTAR PUSTAKA




Tidak ada komentar:

Posting Komentar