Sabtu, 17 Mei 2014

Pelanggaran Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan Mengenai Pemotongan Sapi Betina Produktif di Indonesia.



BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Sektor peternakan sangat memiliki nilai penting bagi pembangunan sumberdaya dan keberlangsungan kehidupan manusia di dunia dan khususnya di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari fungsi produk peternakan itu sendiri dalam hal ini daging (sapi). Namun kenyatan yang terjadi di Indonesia saat ini menunjukan bahwa konsumsi daging masih rendah. Untuk mencukupi kebutuhan akan daging terutama daging sapi, maka dibutuhkan sapi-sapi potong yang memiliki kualitas yang baik. Namun populasi sapi potong di Indonesia akhir-akhir ini mulai menurun. Hal ini mengakibatkan terjadinya kekurangan untuk mencukupi kebutuhan akan protein hewani yang berasal dari daging sapi. Masalah serius yang menghambat populasi ternak sapi di Indonesia saat ini yaitu rendahnya tingkat kebuntingan dan kelahiran serta tingginya angka pemotongan ternak betina yang masih produktif.

1.2    Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk menelaah kasus pelanggaran Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan mengenai pemotongan sapi betina produktif yang terjadi di Indonesia.

1.3    Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan paper ini adalah untuk dapat mengetahui bagaimana cara penanganan dan sanksi yang diberikan bagi kasus pelanggaran pemotongan sapi betina produktif.









BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Kasus Pelanggaran Pemotongan Sapi Betina Produktif
Memotong ternak ruminansia (sapi) betina produktif dapat terkena sanksi pidana. Ketentuan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Dalam Pasal 86 ayat ( 2, b ) UU Peternakan dan Kesehatan Hewan disebutkan, “ Setiap orang yang mengembelih ternak ruminansia besar betina produktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 9 (sembilan) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

Materi yang tertuang dalam UU Peternakan dan Kesehatan Hewan itu untuk mencegah semakin berkurangnya ternak ruminansia di dalam negeri. Ternak ruminansia yang dimaksud dalam UU itu adalah sapi, domba, dan kambing. Populasi sapi potong di Indonesia terus menurun karena laju pertumbuhan populasi lebih lambat dari kebutuhan. Jumlah kelahiran anak sapi per tahun rata-rata sebesar 1,7 juta ekor, sedangkan kebutuhan sapi potong setiap tahun 2,1 juta ekor. Saat ini populasi sapi potong 10,5 juta-11 juta ekor. Akibat yang akan ditimbulkan dari pemotongan ternak betina produktif tersebut akan menurunkan jumlah populasi dari ternak lokal karena berkurangnya sedikit demi sedikit angka kelahiran anak sapi sehingga menyebabkan persediaan ternak potong semakin sedikit dan akan berdampak sangat besar bagi berlangsungnya kehidupan manusia nantinya.

Upaya pengendalian pemotongan sapi betina produktif bisa dilakukan dengan cara mengawasi dan menjaring sapi-sapi betina produktif dari perdagangan pasar hewan yang akan dipotong di Rumah Potong Hewan (RPH) dan selanjutnya sapi-sapi betina produktif tersebut disebarkan kepada masyarakat dalam hal ini kelompok ternak guna meningkatkan populasi atau meningkatkan angka kelahiran. Hal itu juga harus tidak lepas dari campur tangan pemerintah. Selain itu upaya yang bisa dilakukan guna menekan tingginya angka pemotongan sapi betina produktif adalah dengan cara melakukan penyuluhan/sosialisasi mengenai pentingnya ternak (sapi) betina produktif yang nantinya akan memberikan manfaat yang baik bagi peternak itu sendiri. Upaya pengendalian tersebut juga tidak lepas dari undang-undang nomor 18 tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pelanggaran pemotongan sapi betina produktif.
2.2  Sanksi Bagi Pelanggaran Pemotongan Sapi Betina Produktif
Adapun sanksi yang dapat diberikan bagi kasus pelanggaran pemotongan sapi betina produktif yaitu sebagaimana dimaksud pada undang-undang nomor 18 tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan dapat berupa :
  1. Sanksi Admistratif
Pasal 85 :
Ayat ( 1 ), “ Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 11 ayat (1), Pasal 13 ayat (4), Pasal 15 ayat (3), Pasal 18 ayat (2), Pasal 19 ayat (1), Pasal 22 ayat (1) atau ayat (2), Pasal 23, Pasal 24 ayat (2), Pasal 25 ayat (1), Pasal 29 ayat (3), Pasal 42 ayat (5), Pasal 45 ayat (1), Pasal 47 ayat (2) atau ayat (3), Pasal 50 ayat (3), Pasal 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (1), Pasal 54 ayat (3), Pasal 58 ayat (5), Pasal 59 ayat (2), Pasal 61 ayat (1) atau ayat (2), Pasal 62 ayat (2) atau ayat (3), Pasal 69 ayat (2), dan Pasal 72 ayat (1) dikenai sanksi administrative “

Ayat ( 2 ), “ Sanksi admistratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa : “
a.       peringatan secara tertulis
b.      penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran
c.       pencabutan izin
d.      pengenaan denda.

Ayat ( 4 ), “ Besarnya denda sebagaimana dikenakan kepada setiap orang yang : “
a.       menyembelih ternak ruminansia kecil betina produktif paling sedikit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah)
b.      menyembelih ternak ruminansia besar betina produktif paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan besarnya denda ditambah 1/3 (sepertiga) dari denda tersebut jika pelanggaran dilakukan oleh pejabat yang berwenang atau korporasi.

Ayat ( 5 ), “ Besarnya denda sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditambah 1/3 (sepertiga) dari denda tersebut jika pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat yang berwenang atau korporasi “
  1. Ketentuan Pidana
Pasal 86 :
Setiap orang yang menyembelih:
a. ternak ruminansia kecil betina produktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah); dan
b. ternak ruminansia besar betina produktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 9 (sembilan) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

Pasal 92
(1)   Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh korporasi atau pejabat yang berwenang, pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda dengan pemberatan ditambah 1/3 (sepertiga) dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 sampai dengan Pasal 91.
(2)   Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi atau pejabat yang berwenang dapat dikenai pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha, status badan hukum, atau status kepegawaian dari pejabat yang berwenang.

Pasal 93
(1)   Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86, Pasal 87, Pasal 88, Pasal 90, dan Pasal 91 merupakan pelanggaran.

Kententuan pidana dalam UU Peternakan dan Kesehatan Hewan tersebut dalam pelaksanaannya membutuhkan sosialisasi terhadap semua pemangku kepentingan ternak ruminansia (sapi). Dan para stakeholder diharapkan akan memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya ternak betina produktif.





BAB III
KESIMPULAN

3.1  Kesimpulan
Pemotongan sapi betina produktif sangat bertentangan dengan undang-undang nomor 18 tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan karena akan menurunkan angka kelahiran dan tingkat populasi dari ternak potong itu sendiri sehingga akan semakin menurunkan tingkat konsumsi protein hewani terutama daging di Indonesia.

3.2Saran
               Pemerintah harus mengantisipasinya dengan optimalisasi peran bidang yang membidangi kesmavet (kesehatan masyarakat veteriner) disetiap dinas di kab/kota atau propinsi. Mengingat masalah ini adalah masalah serius yang harus ditangani secara seksama.





















LAMPIRAN FOTO






























DAFTAR PUSTAKA


Pransiska, Lucky. 2009. Memotong Sapi Betina Produktif Dipidana. Kompas, Jakarta (Online).http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2009/02/21/05023570/Memotong.Sapi.Betina.Produktif.Dipidana, diakses tanggal 19 Mei 2013
diakses tanggal 19 Mei 2013
diakses tanggal 19 Mei 2012
·         www.bpkp.go.id


Tidak ada komentar:

Posting Komentar