Sabtu, 18 Mei 2013

GEJALA BERAHI SEBAGAI BENTUK VISUALISASI AKSI – REAKSI HORMON REPRODUKSI TERNAK SAPI

 ABSTRAK

Hormon berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu Hormaein yang mempunyai arti yang menimbulkan gairah. Definisi klasik hormon adalah suatu zat kimia organik yang diproduksi oleh sel-sel khusus yang sehat, dirembeskan melalui aliran darah, dalam jumlah sedikit dan dapat menghambat atau merangsang aktivitas fungsional dari target organ atau jaringan (Luqman, 1999). Hormon adalah subtansi yang dihasilkan oleh sel atau kelompok sel yang bergerak dalam aliran darah yang mengantarnya ke organ target atau jaringan dalam tubuh yang memberikan suatu reaksi yang dapat menolong mengkoordinasi fungsi-fungsi dalam tubuh (Sorensen, 1979). Secara umum hormon reproduksi dihasilkan oleh tiga bagian utama yakni Hipotalamus, Hipofisa, dan Gonadotropin. Ketiga bagian inilah yang memegang peranan penting dalam mensintesis ataupun mensekresikan hormon reproduksi. Hipotalamus menghasilkan hormon Gn-RH (Gonadotropin Releasing Hormone), dimana Gn-RH berfungsi untuk merangsang atau menstimulasi hipofisa anterior .Setelah hipotalamus menstimulasi hipofisa anterior, maka hipofisa anterior akan mensintesis dan melepaskan hormon-hormon gonadotropin yakni FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone) pada betina dan ICSH (Interstitial Cell Stimulating Hormone) pada jantan. Hormon gonadotropin (FSH, LH, dan ICSH) berperan dalam merangsang perkembangan pada organ reproduksi baik jantan maupun betina. FSH akan menstimulasi pertumbuhan folikel di dalam ovarium dalam menghasilkan hormon estrogen tepatnya pada folikel yang terdapat di dalamnya, sedangkan LH akan menstimulasi ovarium dalam menghasilkan hormon progesteron tepatnya pada corpus luteum. Pada jantan, FSH akan menstimulasi testis dalam menghasilkan dan mengatur perkembangan sperma serta proses spermatogenesis tepatnya di dalam tubulus seminiferus. Sedangkan LH akan menstimulasi testis dalam mensintesis hormon testosteron yang tepatnya berlangsung di dalam sel leydig atau sel interstitial


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Gejala berahi meupakan salah satu bagian terpenting dalam siklus reproduksi ternak sapi. Selain mempengaruhi proses reproduksi, juga dapat mempengaruhi penghasilan dari peternak. Karena jika seekor sapi pejantan maupun betina tidak mengalami siklus berahi yang normal dan teratur akan mempengaruhi jumlah produksi dari ternak, baik itu produksi daging maupun produksi susunya.
Pengetahuan peternak akan gejala – gejala berahi ternaknya pun sangat penting, guna dapat mengefisienkan waktu sehingga dapat mengahsilkan keuntungan yang lebih cepat. Pada dasarnya peternak sudah mengetahui dasar – dasar ilimunya, yang berhubngan dengan gejala berahi ternak. Peternak yang sudah berpengalaman senantiasa memiliki insting tentang masa berahi dan masa kawin ternanya. Sehingga dapat dengan tepat menentukan waktu kawinnya. Dalam hal ini pengetahuan peternak hanya sebatas pada gejala – gejala yang tampak secara kasat mata saja, peternak tidak mengetahui secara pasti faktor apa yang menyebabkan ternak sapinya bisa mengalami berahi dan siap untuk dikawinkan.
Berbicara tentang ternak sapi, maka yang terbayang dibenak kita pertama adalah daging dan susu sapi yang memang sudah menjadi salah satu produk peternakan unggulan. Namun dibalik itu semua, terdapat suatu proses fisiologi di dalam tubuh ternak yang tidak semudah meminum susu untuk dapat dijelaskan. Masa laktasi yang dialami oleh sapi betina akan sangat dipengaruhi oleh kerja hormon reproduksinya, begitu pula dengan kualitas fertilitasi pejantan akan sangat dipengaruhi oleh kerja hormon – hormon reproduksinya.
Dengan pemahaman dan pengetahuan lebih mengenai proses yang terjadi di dalam tubuh ternak, maka akan senatiasa memudahkan peternak untuk mendapatkan hasil produksi yang lebih maksimal lagi. Karena pada dasarnya semua proses tersebut bisa dimanipulasi oleh peternak. Denagn penambahan atau penginjeksian hormon tertentu, maka proses fisiologisnya dapat dipercepat ataupun diperlambat.
Secara umum kita mengenal hormon – hormon reproduksi itu adalah FSH, LH, estrogen, progesterone dan testosterone. Semua hormon reproduksi ini tidak hanya terdapat pada ternak sapi saja, namun terdapat juga di hampir semua hewa tingkat tinggi, seperti babi, ayam, manusia, kerbau, anjing, dan lain – lainnya.
Pengetahuan kita akan hormon – hormon tersebut hanya sebatas pada nama dan letaknya saja. Masih belum tahu tentang bagaimana hormon tersebut dapat bekerja sehingga mampu menimbulkan suatu kondisi yang disebut denag berahi. Oleh sebeb itulah kita perlu memahami tentang proses kerja dari hormon – hormon reproduksi pada ternak sapi dalam mendorong terjadinya gejala berahi pada ternak sapi jantan maupun ternak sapi betina. Sehingga pemahaman kita akan proses tersebut menjadi lebih jelas dan wawasan kita juga menjadi lebih terbuka.
1.2 Rumusan Masalah
1.      Seperti apakah mekanisme kerja atau pengaruh hormon reproduksi dalam mendorong terjadinya berahi pada ternak sapi jantan dan betina ?
2.      Bagaimanakh tanda – tanda yang ditunjukkan pada sapi jantan dan sapi betina yang sedang dalam kondisi berahi ?
1.3 Tujuan
1.      Mengetahui jenis hormon  dan pengaruhnya dalam siklus reproduksi ternak sapi.
2.      Mengetahui gejala – gejala berahi pada ternak sapi jantan dan betina.
1.4 Manfaat
1.      Memahami proses fisiologi yang terjadi didalam alat reproduksi ternak sapi.
2.      Memahami proses kerja hormon reproduksi dalam mendorong munculnya gejala berahi pada ternak sapi.
3.      Mampu membedakan gejala berahi pada ternak sapi jantan dan sapi betina.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ternak Sapi
            Sapi merupakan salah satu hewan ternak  penghasil daging, susu, dan kebutuhan lainnya. Sapi mampu menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan susu dan 85% kebutuhan kulit. Sapi adalah hewan sosial yang hidupnya berkelompok (Bouissou &Boissy 2005).  Organisasi sosial sapi dicirikan oleh adanya hubungan pejantan dominan -pejantan subordinat. Dominansi sapi diekspresikan melalui interaksi  gonistik (ofensive dan defensive) (Bouissou & Boissy 2005). Adanya hubungan pejantan dominan - pejantan subordinat mempengaruhi akses mereka terhadap sumber daya yang tersedia termasuk betina estrus (Tucker 2009).
Sapi berasal dari Homocodantiae yang ditemukan pada zaman Palaecoceen dan jenis primitif yang ditemukan pada zama Plioceen. Sapi merupakan famili Bovidae. Secara garis besar, bangsa-bangsa sapi (Bos) yang terdapat di dunia ada dua, yaitu kelompok yang berasal dari sapi Zebu (Bos indicus) atau jenis sapi yang berpunuk, yang berasal dan tersebar di daerah tropis serta  kelompok dari Bos primigenius, yang tersebar di daerah sub tropis atau lebih dikenal dengan Bos Taurus.
            Sapi tergolong sebagai mamalia , karena memiliki kelenjar mamae dan mampu menghasilkan susu. Ditinjau dari sistem pencernaannya sapi termasuk ternak ruminansia karena lambungnya terbagi atas empat bagian yaitu rumen, reticulum, omasum dan abomasums.
            Berdasarkan kegunaanya sapi digolongkan menjadi dua yaitu sapi potong (penghasil daging) dan sapi perah (penghasil susu). Adapun contoh dari sapi potong yaitu , sapi Bali , sapi Brahman, sapi Ongole, sapi PO, sapi Simental dsb. Sedangkan contoh dari sapi perah antara lain sapi FH, sapi Jersey sapi Airsyre, sapi Zebu dsb.
2.2 Hormon Reproduksi
Reproduksi yang normal pada ternak sapi tergantung pada hormon. Hormon adalah suatu substansi kimia yang khas yang diproduksi oleh kelenjar khusus (kelenjar endokrin). Sekresi hormon oleh kelenjar endokrin dilakukan dengan cara dirembeskan ke dalam pembuluh darah, karena kelenjar ini dikatakan sebagai kelenjar yang tidak memiliki saluran. Hormon reproduksi berasal dari pelbagai organ di dalam tubuh ternak sapi, seperti hipotalamus, pituitary, gonad ( testis dan ovarium ), uterus dan plasenta.
2.2.1 Definisi Hormon
Hormon berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu Hormaein yang mempunyai arti yang menimbulkan gairah. Definisi klasik hormon adalah suatu zat kimia organik yang diproduksi oleh sel-sel khusus yang sehat, dirembeskan melalui aliran darah, dalam jumlah sedikit dan dapat menghambat atau merangsang aktivitas fungsional dari target organ atau jaringan (Luqman, 1999).
Hormon adalah subtansi yang dihasilkan oleh sel atau kelompok sel yang bergerak dalam aliran darah yang mengantarnya ke organ target atau jaringan dalam tubuh yang memberikan suatu reaksi yang dapat menolong mengkoordinasi fungsi-fungsi dalam tubuh (Sorensen, 1979).
2.2.2 Klasifikasi Hormon Reproduksi Berdasarkan Unsur Pembentuknya
Hormon-hormon reproduksi dibagi dalam tiga kategori menurut unsur pembentuknya, yakni golongan protein (peptida), golongan steroid, dan golongan asam lemak (Luqman, 1999). Berikut penjelasan dari ketiga golongan hormon diatas :
a.      Hormon protein atau polipeptida bermolekul besar dengan berat molekul 300-70.000 dalton dengan sifat-sifat mudah dipisahkan oleh enzim sehingga tidak dapat diberikan melalui oral tetapi harus diberikan melalui suntikan (ex : Gn-RH).
b.      Hormon steroid mempunyai berat molekul 300-400 dalton. Hormon steroid alami tidak efektif apabila diberikan melalui oral, tetapi steroid sintesis dan yang berasal dari tumbuhan dapat diberikan melalui oral maupun suntikan (ex : estrogen, progesteron, dan androgen).
c.       Hormon asam lemak mempunyai berat molekul 400 dalton dan hanya dapat diberikan melalui suntikan (ex : prostaglandin).

2.2.3  Kelenjar atau Organ Penghasil Hormon Reproduksi
Ada empat kelenjar endokrin yang terdapat di dalam tubuh yang dapat menghasilkan hormon reproduksi, yakni Kelenjar Hipofisa, Kelenjar Ovarium, Endometrium, dan Testis. Berikut hormon-hormon yang dihasilkan oleh empat kelenjar tersebut (Hardjopranjoto, 1995) :
a.      Kelenjar Hipofisa, yang masing-masing bagian anterior meghasilkan tiga macam hormon reproduksi yaitu, Follicle Stimulating Hormone (FSH), Luteinizing Hormone (LH) yang pada hewan jantan disebut dengan Interstitial Cell Stimulating Hormone (ICSH) dan Luteotropic Hormone (LTH), serta bagian posterior yang menghasilkan dua macam hormon yakni oksitoksin dan vasopressin.
b.      Kelenjar Ovarium yang menghasilkan tiga hormon yaitu estrogen, progesteron, dan relaksin.
c.       Endometrium dari uterus yang menghasilkan hormon Prostaglandin (PGF2α). Pada uterus yang sedang bunting muda khususnya pada bangsa kuda, dapat menghasilkan Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG), dan pada golongan primata menghasilkan Human Chorionic Gonadotropin (HCG).
d.      Testis pada hewan jantan menghasilkan hormon testosteron. Keduabelas hormon ini mempunyai peranan mengatur kegiatan reproduksi pada tubuh hewan, sehingga disebut hormon reproduksi.
2.2.4  Hormon – Hormon Reproduksi
a.      Hormon Estrogen
Estrogen dihasilkan oleh ovarium. Ada banyak jenis dari estrogen tapi yang paling penting untuk reproduksi adalah estradiol. Estrogen berguna untuk pembentukan ciri-ciri perkembangan seksual pada wanita yaitu pembentukan payudara, lekuk tubuh, rambut kemaluan, dll. Estrogen juga berguna pada siklus menstruasi dengan membentuk ketebalan endometrium, menjaga kualitas dan kuantitas cairan cerviks dan vagina sehingga sesuai untuk penetrasi sperma.
b.      Hormon Progesterone
Hormon ini diproduksi oleh korpus luteum. Progesterone mempertahankan ketebalan endometrium sehingga dapat menerima implantasi zygot, mengatur pembentukan plasenta dan produksi air susu. Kadar progesterone terus dipertahankan selama trimester awal kehamilan sampai plasenta dapat membentuk hormon HCG.
c.       Hormon FSH (Folikel Stimulating Hormone)
Hormon ini dinamakan gonadotropoin hormon yang diproduksi oleh hipofisis akibat rangsangan dari GnRH. FSH akan menyebabkan pematangan dari folikel. Dari folikel yang matang akan dikeluarkan ovum. Berfungsi untuk tumbuh kembang folikel di Ovarium pada perempuan dan merangsang sekresi estrogen, Pertumbuhan folikel dan sel-sel spermatogenik, meningkatkan penggunaan O2 (oksidasi), sintesis protein tertentu dalam sel teka, sinergis dengan GtH 2 meningkatkan sekre­si steroid (sel granulosa), inhibin dan ABP (sel Sertoli).
d.      Hormon LH (Luteinizing Hormone)
Hormon ini juga dihasilkan oleh hipofisis akibat rangsangan dari GnRH. Dari folikel yang matang akan dikeluarkan ovum, kemudian folikel ini akan menjadi korpus luteum dan dipertahankan untuk waktu tertentu oleh LH. Berfungsi untuk merangsang sekresi kelenjar Gonade / Foliclle menjadi matang pecah dan ovulasi , merangsang Corpus Luteum mensekresi progesteron, Merangsang perkembangan folikel masak hingga ovulasi, merangsang sintesa steroid (kolesterol, pregnenolon, progesteron), merangsang sel Leydig menghasilkan testosteron, meningkatkan sirkulasi darah dan metabolisme.
e.       Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH)
GnRH merupakan hormon yang diproduksi oleh hipotalamus di otak. GNRH akan merangsang pelepasan FSH (folikel stimulating hormon) di hipofisis. Apabila kadar estrogen tinggi, maka estrogen akan memberikan umpan balik ke hipotalamus sehingga kadar GNRH akan menjadi rendah, begitupun sebaliknya. Fungsi lainnya yaitu mendorong keluarnya Pituitary untuk menghasilkan GtH 1 & 2, mendorong perkembangan & fungsi gonad (ovarium - ovulasi, testes - sperma), memperbaiki hipofungsi gonad.
f.       Hormon Testosteron
Dihasilkan di dalam testes. Berfungsi mempegaruhi pertumbuhan alat kela­min jantan, menstimulasi bermacam-macam meta­bo­lisme tubuh, memperpanjang daya hidup sperma­tozoa dalam saluran kelamin, meningkatkan pertumbuhan tulang & daging (anabolic steroid) retensi N, menurunkan deposit lemak tubuh dan memper­baiki pigmentasi kulit.
g.      Hormon Prostaglandin (PGF2α)
Dihasilkan di endometrium dari uterus. Berfungsi dalam proses regresi atau peluruhan endometrium ( corpus luteum ) dalam rahim ( uterus ) jika tidak terjadi fertilisasi.
2.3  Siklus Reproduksi
Siklus reproduksi adalah serangkaian kegiatan biologik kelamin yang berlangsung secara periodik hingga terlahir generasi baru dari suatu mahkluk hidup. Proses biologi yang termasuk dalam siklus reproduksi meliputi pubertas ,perkawinan atau inseminasi , kebuntingan, kelahiran, masa laktasi.
2.3.1        Pubertas

Pubertas atau dewasa kelamin  merupakan periode pada mahkluk jantan atau betina dimana proses-proses reproduksi mulai terjadi , yang ditandai oleh kemampuan untuk pertama kalinya memproduksi benih.

Semua mahkluk mencapai dewasa kelamin terlebih dahulu sebelum dewasa tubuh tercapai. Tercapainya pubertas bagi setiap hewan berbeda-beda karena pertumbuhan tubuh dan kelamin sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti keturunan , iklim, sosial dan makanan.

Proses biologik yang terjadi dalam pertumbuhan alat kelamin sebelum lahir sampai terjadinya pubertas pada hewan jantan dan betina berlainan. Pada umumnya persiapan bagi hewan jantan untuk mencapai kejantanannya dan pubertasnya lebih cepat dibandingkan pada hewan betina.

Pada sapi jantan sejumlah perubahan dapat dilihat beberapa minggu sebelum spermatozoa fertile ada di dalam ejakulatnya yaitu mencakup : perubahan konformasi tubuh, peningkatan agresivitas, keinginan seksual, pertumbuhan yang cepat pada penis dan testis dari preputium. Pubertas pada ternak sapi terjadi pada kisaran 8-17 bulan atau rataan umur 10.5 bulan ( Hunter , 1982). Umur pubertas dipengaruhi oleh breed atau strain dan kondisi lingkungan terutama kuantitas dan kualitas nutrisi.

2.3.2        Perkawinan atau inseminasi

Keberhasilan perkawinan atau inseminasi pada sapi betina sangat bergantung pada keakuratan dalam menentukan awal mulainya berahi. Dalam menentukan waktu yang tepat saat sapi betina mulai berahi memang sulit, namun yang perlu diperhatikan saat mengawinkan atau menginseminasi sapi adalah menjamin spermatozoa sudah berada dalam saluran reproduksi sapi sebelum ovulasi terjadi.Hal ini karena sebelum membuahi ovum spermatozoa harus mengalami proses kapasitasi.

Masa subur sebuah ovum  setelah diovulasikan kurang lebih 10 jam , sedangkan daya hidup spermatozoa di dalam saluran reproduksi betina  yaitu selama 24 jam. Waktu terbaik dalam melakukan perkawinan pada sapi yaitu 18 jam setelah standing head, sebab untuk mendapatkan angka konsepsi yang tinggi.
  
2.3.3        Kebuntingan
Satu periode kebuntingan adalah periode dari mulainya terjadi fertilisasi hingga terjadinya proses kelahiran normal. Gestasion period atau lama kebuntingan pada sapi berlangsung antara 275 sampai 290 hari. Lama kebuntingan sangat dipengaruhi breed sapi dan faktor induk maupun faktor fetus. Sapi betina yang umurnya relative muda umumnya memiliki lama kebuntingan yang lebih pendek dibandingkan sapi betinya yang umurnya lebih tua. Induk sapi yang mengandung anak kembar, umur kebuntingannya 3 sampai 6 hari lebih pendek dari pada induk sapi yang mengandung anak tunggal(Jeinudeen dan Hafes,1980).
2.3.4        Kelahiran

Kelahiran adalah proses fisiologik diman uterus yang mengalami kebuntingan mengeluarkan anak dan plasenta melalui saluran kehamilan. Di dalam proses kelahiran terjadi sinergisme antara hormon-hormon dari fetus dan induknya. Menjelang proses kelahiran hipotalmus anak sapi mulai mensekresikan CRH (Corticotropic Releasing Hormon ) yang merangsang pelepasan ACTH dari pituari anterior . ACTH selanjutnya ikut ke dalam peredaran darah dan merangsang adrenal fetus , mensekresikan hormon corticosteroid dan glucocortikoid . Kedua hormon adrenal fetus ini bersama-sama dengan hormon yang berasal dari induk yaitu esterogen dan prostaglandin yang konsentrasinya meningkat dan progesterone yang konsentrasinya menurun selanjutnya merangsang pelepasan kotiledon fetus dan karunkel induk.

Pada dasarnya proses kelahiran dibagi menjadi dua tahap yaitu pengeluaran anak sapi dan pengeluaran plasenta setelah pedet lahir yang sering disebut proses dengan pembersihan. Relaksasi serviks sangat esensial bagi sukses keluarnya anak sapi dari saluran reproduksi yang dilewati
.
2.3.5        Masa laktasi

Inovulai uterus adalah proses dikekembalikan uterus dari keadaan ketika bunting ke tidak bunting . Inovulai merupakan proses fisiologis yang terjadi sesudah melahirkan.
Selam bunting hingga pedet lahir kelenjar ambing tumbuh sangat cepat mencapai besar tertentu untuk bisa memproduksi susu yang optimal.Pada akhir masa laktasi jumlah sel-sel dalam kelenjar ambing terus berkurang sampai jumlahnya mendekati sama dengan sebelum induk bunting.

Mekanisme keluarnya air susu dirangsang oleh hormon oxytocin yang diproduksi oleh sel-sel syaraf kelenjar hypothalamus sebagai akibat dari stimulus pedet yang menyusu pada induknya. Stimulasi tersebut diteruskan melalui syraf sumsum tulang belakng ke kelenjar hypothalamus . Sel-sel syaraf hypothalamus membuat hormon oxytocin yang kemudian disalurkan dan disimpan di bagian ujung sel-sel syaraf yang menuju ke kelenjar pituitary bagian posterior. Selanjutnya oxytocin disekresikan dari pituitary posterior dan ikut peredaran darah menuju organ target (kelenjar ambing) dan menstimulasi kontraksi sel-sel mioepitel yang ada di sana dan menyebabkan keluarnya air susu dari alveoli kelenjar ambing.



BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Mekanisme Kerja Hormon dalam Mengatur Fungsi Reproduksi
Sebelum dijelaskan bagaimana sebenarnya mekanisme kerja dari hormon dalam pengaturan fungsi reproduksi, akan dipaparkan sedikit mengenai hormon-hormon yang terlibat dalam pengaturan fungsi reproduksi serta di mana hormon tersebut disintesis.
Secara umum hormon reproduksi dihasilkan oleh tiga bagian utama yakni Hipotalamus, Hipofisa, dan Gonadotropin. Ketiga bagian inilah yang memegang peranan penting dalam mensintesis ataupun mensekresikan hormon reproduksi.
Hipotalamus menghasilkan hormon Gn-RH (Gonadotropin Releasing Hormone), dimana Gn-RH berfungsi untuk merangsang atau menstimulasi hipofisa anterior .Setelah hipotalamus menstimulasi hipofisa anterior, maka hipofisa anterior akan mensintesis dan melepaskan hormon-hormon gonadotropin yakni FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone) pada betina dan ICSH (Interstitial Cell Stimulating Hormone) pada jantan.
Hormon gonadotropin (FSH, LH, dan ICSH) berperan dalam merangsang perkembangan pada organ reproduksi baik jantan maupun betina. FSH akan menstimulasi pertumbuhan folikel di dalam ovarium dalam menghasilkan hormon estrogen tepatnya pada folikel yang terdapat di dalamnya, sedangkan LH akan menstimulasi ovarium dalam menghasilkan hormon progesteron tepatnya pada corpus luteum.
Pada jantan, FSH akan menstimulasi testis dalam menghasilkan dan mengatur perkembangan sperma serta proses spermatogenesis tepatnya di dalam tubulus seminiferus. Sedangkan LH akan menstimulasi testis dalam mensintesis hormon testosteron yang tepatnya berlangsung di dalam sel leydig atau sel interstitial. Berikut adalah mekanisme kerja hormon pada ternak sapi betina dan jantan :


3.1.1 Mekanisme Kerja Hormon Reproduksi pada Hewan Betina
Telah diketahui bahwa hipotalamus merupakan kelenjar sumber hormon reproduksi. Dimana hipotalamus dalam kerjanya menghasilkan hormon Gn-RH yang kemudian Gn-RH akan menstimulasi hipofisa anterior dalam mengatur pelepasan hormon FSH dan hormon LH. Hormon FSH akan menstimulasi pertumbuhan folikel dalam ovarium dan menghasilkan hormon estrogen, sedangkan hormon LH akan menstimulasi corpus luteum dalam ovarium untuk menghasilkan hormon progesteron. Apabila terlampau banyak FSH yang dilepaskan oleh HA (hipofisa anterior) maka kadar estrogen yang dihasilkan oleh folikel akan semakin meningkat, disinilah peranan enzim inhibin untuk menghambat folikel dalam menghasilkan hormon estrogen melalui feedback negatif terhadap HA (hipofisa anterior).
3.1.2  Mekanisme Kerja Hormon Reproduksi pada Hewan Jantan
Tidak jauh beda dengan penjelasan  di atas, hal yang membedakan adalah pada hewan jantan yang berperan sebagai alat reproduksi primer adalah testis. Di dalam testis terdiri dari tubulus seminiferus dan sel leydig. Tubulus seminiferus akan menghasilkan dan mengatur perkembangan sperma dalam proses spermatogenesis, sedangkan sel leydig berperan dalam mensintesis hormon testosteron.
Proses spermatogenesis yang terjadi di dalam tubulus seminiferus distimulasi oleh FSH sedangkan pelepasan hormon testosteron oleh sel leydig distimulasi oleh ICSH. Apabila terlampau banyak FSH yang dilepaskan oleh HA (hipofisa anterior) maka kadar spermatozoa yang dihasilkan oleh tubulus seminiferus akan semakin meningkat, di sinilah peranan enzim inhibin dalam menghambat tubulus seminiferus dalam menghasilkan spermatozoa melalui feedback negatif terhadap HA (hipofisa anterior).
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa sistem kerja dari hormon – hormon reproduksi tersebut dikendalikan sepenuhnya oleh hipotalamus otak. Kerena jika hipotalamus tidak diberikan rangsangan atau tidak mendapatkan rangsanagan dengan baik maka semua proses tersebut di atas tidak akan berlangsung dengan baik dan normal.
            Secara singkat mekanisme kerja hormon reproduksi yang telah dipaparkan diatas dapat dijelaskan dalam bagan berikut ini :

I Gede Benson Andika









FHY
 









                                                                                                                                                                     Gambar:1 Bagan mekanisme kerja hormon reproduksi
3.2   Tanda – Tanda Berahi Pada Ternak Sapi
3.2.1 Ternak Sapi  Jantan

Berahi pada ternak sapi jantan lebih dipicu karena adanya ternak betina yang sedang dalam kondisi estrus ( berahi ), karena dalam proses perkawinan ternak tidak mungkin ternak jantan akan mengawini ternak betina yang tidak dalam kondisi estrus atau ternak jantan disengaja dirangsang untuk berahi oleh manusia dengan menggunakan ternak jantan yang sudah dilatih. Berikut ini adalah gejala berahi pada sapi jantan :
·         Tersenyum ( nyengir )
·         Mengendus – endus ( smelling ) betina yang sedang estrus
·         Menjilati ( licking ) organ kelamin luar ternak betina yang sedang estrus
·         Menaiki ( mounting ) punggung ternak betina yang sedang estrus
·         Melakukan ejakulasi
·         Turun ( landing )

3.2.2        Ternak sapi betina
Pada sapi betina proses berahi terjadi  disebabkan karena adanya aksi dan reaksi dari hormon reproduksi, yaitu hormone FSH. Ketika kelenjar hipofisa anterior sudah mendapatkan perintah dari hipotalamus otak, maka secara otomatis hipofisa anterior akan mensintesis dan melepaskan hormon – hormon gonadotropin seperti FSH dan LH. Pada saat konsentrasi FSH yang disintesis lebih banyak dibandingkan dengan konsentrasi hormon LH, maka perkembangaan dari folikel di dalam ovarium segera dimulai. FSH ( folikel stimulating hormone ) di sini memang berfungsi sebagai hormon yang menstimukasi pertumbuhan dan perkembangan folikel, mulai dari folikel primer – folikel sekunder – foliker tersier  sampai folikel tersebut matang ( folikel de graaf ). Setelah proses pertumbuhan dan perkembangan folikel mencapai puncaknya atau sudah terbentuk folikel de graaf, maka hormon estrogen akan segera dihasilkan. Hormon estrogen dihasilkan oleh folikel de graaf sendiri untuk melanjutkan siklus reproduksi selanjutnya.

Kertika hormon estrogen sudah disentesi, maka ternak akan mulai menunjukan gejala – gejala estrusnya atau berahinya yang dapat dilihat secara langsung pada ternak.  Estrogen yang dihasilkan oleh folikel de graaf akan memberikan umpan balik (feed back) negatif kepada hipofisa anterior untuk mengurangi konsentrasi FSH. Karena konsentrasi FSH sudah diturunkan, otomatis konsentrasi LH akan lebih banyak dari konsentrasi FHS. Hormon LH di sini akan berperan dalam proses ovulasi ( pelepasan sel telur yang sudah matang oleh ovarium ). Siklus ini akan terus berlanjut, sampai terjadi kehamilan ( jika terjadi pembuahan oleh sperma). Jika tidak terjadi pembuahan oleh sperma maka hormon PGF akan meluruhkan corpus luteum dan endometrium di dalam uterus. Hasil peluruhan tersebut kemudian akan diserap langsung oleh tubuh ternak betina. Hormon PGFkemudian akan kembali memberikan umpan balik kepada hipolamus untuk mengulangi siklus berahi. Sehingga siklus berahi dapat terulang secara teratur setiap 21 hari sekali.Pada ternak siklus berahinya dibagi dalam beberapa tahap yaitu :

v  Proestrus

Fase proestrus dimulai dengan regresi corpus luteum dan berhentinya progesteron serta memperluas untuk memulai estrus. Pada fase ini terjadi pertumbuhan folikel yang sangat cepat. Akhir periode ini adalah efek estrogen pada sistem saluran dan gejala perilaku perkembangan estrus yang dapat diamati. Menurut Shearer (2008), fase proestrus berlangsung sekitar 2-3 hari dan dicirikan dengan pertumbuhan folikel dan produksi estrogen. Peningkatan jumlah esterogen menyebabkan pemasokan darah ke sistem reproduksi untuk meningkatkan pembengkakan sistem dalam. Kelenjar cervix dan vagina dirangsang untuk meningkatkan aktifitas sekretori membangun muatan vagina yang tebal. Karakteristik sel pada saat proestrus yaitu bentuk sel epitel bulat dan berinti, leukosit tidak ada atau sedikit (Budi, 2004).

v  Estrus
Estrus merupakan klimaks fase folikel. Pada fase inilah betina siap menerima jantan. Pada saat ini pula terjadi ovulasi (kecuali pada hewan yang memerlukan rangsangan seksual lebih dahulu untuk terjadinya ovulasi). Waktu ini betina jadi berahi atau panas. Karakteristik sel pada saat estrus yaitu penampakan histologi dari smear vagina didominasi oleh sel-sel superfisial, tetapi terdapat kornifikasi pada hasil preparat, pengamatan yang berulang menampakkan sel-sel superfisialnya ada yang bersifat anucleate. Sel-sel parabasal dan superfisial mudah untuk dibedakan, sedangkan sel-sel intermediet adalah sel yang terletak diantara sel parabasal dan sel superfisial. pada saat nukleus mengecil, membentuk pyknotic maka sel ini dapat diklasifikasikan pada sel superficial (Pratiwi, 1996).Berikut ini merupakan gejala berahi pada sapi betina :
·         Ternak betina terlihat gelisah.
·         Keluar cairan bening pada vulva.
·         Vulva tampak memerah ( abang ) dan bengkak ( abuh ).
·         Jika diraba organ kelamin luar akan terasa hangat ( apuh ).
·         Betina akan diam saat dipegang bagian belakang tubuhnya.
·         Berusaha menaiki ternak lainnya.
·         Betina lain juga akan berusaha untuk menaiki betina yang sedang estrus.
·         Ekornya akan sedikit terangkat keatas.
·         Ternak betina akan mengeluarkan suara khasnya atau melenguh.

v  Metestrus
Fase metestrus diawali dengan penghentian fase estrus. Umumnya pada fase ini merupakan fase terbentuknya corpus luteum sehingga ovulasi terjadi selama fase ini. Selain itu pada fase ini juga terjadi peristiwa dikenal sebagai metestrus bleeding. Pada fase metestrus, histologi dari smear vagina menampakkan suatu fenomena kehadiran sel-sel yang bergeser dari sel-sel parabasal ke sel-sel superfisial, selain itu sel darah merah dan neutrofil juga dapat diamati. Sel-sel parabasal adalah sel-sel termuda yang terdapat pada siklus estrus. Karakteristik dari sel-sel parabasal adalah sebagai berikut (Syahrum, 1994):
·         Bentuknya bundar atau oval.
·         Mempunyai bagian nukleus yang lebih besar dari pada sitoplasma.
·         Sitoplasmanya biasanya tampak tebal.
·         Secara umum dengan pewarnaan berwarna gelap.
·         Proses perubahan sel-sel parabasal menuju sel intermediet kemudian sel-sel superfisial dan sel-sel anucleate dapat dijelaskan sebagai berikut (Vilee, 1973):
·         Bentuk bundar atau oval perlahan-perlahan akan berubah menjadi bentuk poligonal atau bentuk tidak beraturan.
·         Ukuran nuklei yang besar secara perlahan-lahan akan mengecil, pada beberapa kasus nuklei mengalami kematian atau rusak secara bersamaan
·         Ukuran sitoplasma akan lebih tipis daripada semula.
·         Karena ukuran sitoplasma lebih kecil dari semula maka sel-sel parabasal yang berwarna gelap akibat pewarnaan akan berubah menjadi sel-sel yang bewarna lebih cerah akibat pewarnaan yang sama. Proses perubahan di atas dapat ditengarai sebagai salah satu proses pada siklus estrus (Vilee, 1973).

v  Diestrus

Fase diestrus merupakan fase corpus luteum bekerja secara optimal. Pada sapi hal ini di mulai ketika konsentrasi progresteron darah meningkat dapat dideteksi dan diakhiri dengan regresi corpus luteum. Fase ini disebut juga fase persiapan uterus untuk kehamilan. Fase ini merupakan fase yang terpanjang di dalam siklus estrus. Terjadinya kehamilan atau tidak, CL akan berkembang dengan sendirinya menjadi organ yang fungsional yang menghasilkan sejumlah progesteron. Jika telur yang dibuahi mencapai uterus, maka CL akan dijaga dari kehamilan. Jika telur yang tidak dibuahi sampai ke uterus maka CL akan berfungsi hanya beberapa hari setelah itu maka CL akan meluruh dan akan masuk siklus estrus yang baru (Nalbandov, 1990).

Fase diestrus ditandai dengan ciri-ciri berikut, diantanranya: terjadi pengurangan jumlah sel superfisial dari kira-kira 100% pada fase sebelumnya menjadi 20% pada fase diestrus. Selain itu, jumlah sel parabasal dalam apusan preparat vagina menjadi meningkat, hasil ini dperkuat dengan pengujian yang dilakukan pada hari berikutnya. Ciri siklus estrus tidak dapat dipisahkan dari proses perubahan yang terjadi pada sel-sel epitelnya, untuk itu berikut adalah penjelasan mengenai beberapa hal yang berhubungan dengan histologi sel epitel vagina (Budi, 2004):
·         Sel kornifikasi adalah tipe sel vagina yang paling tua dari sel parabasal, sel intermediate, sel superfisial, dan mempunyai ciri nukleus yang tidak lengkap.
·         Sel epitel adalah sel yang menyusun jaringan epitelium, biasanya terletak pada bagian tubuh yang mempunyai lumen dan kantong misal vagina.
·         Sel intermediet adalah tipe sel epitel vagina yang lebih tua dari parabasal tetapi lebih muda dari sel superfisial dan sel squamous tanpa nukleus.
·         Inti sel pyknotic adalah nukleus yang telah degeneratif dan merupakan ciri dari sel superficial.











BAB IV
KESIMPULAN

4.1  Mekanisme kerja hormone reproduksi dapat dijelaskan sebagai berikut, Hipotalamus menghasilkan hormon Gn-RH  yang berfungsi  merangsang hipofisa anterior . Selanjutnya hipofisa anterior  mensintesis dan melepaskan hormon-hormon gonadotopin  ( FSH dan LH  dan atau ICSH  pada jantan).
FSH akan menstimulasi pertumbuhan folikel di ovarium dalam menghasilkan hormon estrogen, sedangkan LH akan menstimulasi ovarium dalam menghasilkan hormon progesteron tepatnya pada corpus luteum.
Pada jantan, FSH akan menstimulasi testis menghasilkan dan mengatur perkembangan sperma serta proses spermatogenesis  di dalam tubulus seminiferus. Sedangkan LH  menstimulasi testis untuk mensintesis hormon testosteron.
4.2 Tanda-tanda berahi pada ternak jantan yaitu tersenyum ( nyengir ),mengendus – endus ( smelling ) betina yang sedang estrus, menjilati ( licking ) organ kelamin luar ternak betina yang sedang estrus, menaiki ( mounting ) punggung ternak betina yang sedang estrus, melakukan ejakulasi, turun ( landing ).
Pada ternak betina tanda-tandanya meliputi : Ternak betina terlihat gelisah keluar cairan bening pada vulva dan tampak memerah ( abang ) dan bengkak ( abuh ), jika diraba organ kelamin luar akan terasa hangat ( apuh ), betina akan diam saat dipegang bagian belakang tubuhnya, berusaha menaiki ternak lainnya, betina lain juga akan berusaha untuk menaiki betina yang sedang estrus, ekornya akan sedikit terangkat keatas, ternak betina akan mengeluarkan suara khasnya atau melenguh.




DAFTAR PUSTAKA
Susilowati, Endang.2010.”Teknologi Pembibitan Ternak Sapi”.Jambi.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi.
Suyadnya, I Putu.2012.”Reproduksi Ternak Sapi”.Denpasar.Udayana University Press.
Panajaitan, Tanda Sahat.2010.”Manajemen Umum Pembiakan Sapi Bali”.Lombok. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB.
Ratnawati, Dain dkk.2007.”Penanganan  Gangguan  Reproduksi  Pada Sapi Potong. Pasuruan.Pusat Penenlitian dan Pengembangan Masyarakat.
Sudarmaji.Malik,Abdul.Gunawan,Amm.2004.” Pengaruh  Penyuntikan  Prostaglandin terhadap Persentase  Birahi  dan Angka  Kebuntingan Sapi Bali  dan  PO  Di Kalimantan Selatan. Fakultas Pertanian, Universitas Islam Kalimantan.
Pohan,Amirudin.Talib.2010.” Aplikasi Hormone Progesterone dan Estrogen pada Betina Induk Sapi Bali Anestrus Postpartum yang  Digembalakan  Di Timor Barat,NTT.”disampaikan pada Seminar Nasional  Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Herdis.Surachman,Maman.dkk.1999.”Peningkatan Efisiensi Reproduksi Sapi Melalui Penerapan Teknologi Penyerentakan Berahi.WARTAZOA.Vol.9.No.1 Th 1999.
Hernawati.2007.”Bahan Kuliah Endokrinologi :Aspek Fisiologis Kelenjar Endokrin”. Universitas Pendidikan Indonesia.
Anonim.2010.”Pedoman Pelaksanaan Inseminasi Buatan pada Ternak Sapi”.Jakarta. Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan
http://qurrotaayunc.blogspot.com/2011/12/siklus-reproduksi.html     (diakses pada tanggal 27 Oktober 2012, pukul 16.44 WITA )
http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/semnas/pro10-5.pdf ( diakses pada tanggal 28  Oktober 2012, pukul 08.35 WITA )
http://disnakkediri.wordpress.com/2009/12/24/birahi-pada-sapi-/ ( diakses pada tanggal 28 Oktober 2012, pukul 08.54 WITA )

1 komentar:

  1. Dapatkan keseruan bermain JUDI ONLINE dengan minimal deposit RP 50.000 yang hanya di situs BOLAVITA. Menangkan jackpot hingga ratusan juta rupiah.

    Ada PROMO BONUS menarik tiap bulannya.

    TERSEDIA DEPOSIT VIA :
    => PULSA ( XL & TELKOMSEL )
    => E-wallet (OVO, LINK AJA, GO-PAY, JENIUS dan DANA)
    => Bank (BCA, BRI, BNI, MANDIRI, CIMB NIAGA dan DANAMON)

    KLIK DISINI UNTUK MENDAFTAR BOLAVITA

    Dapatkan juga PROMO BONUS bulan SEPTEMBER :
    > BONUS DEPOSIT NEW MEMBER
    > BONUS EVERYDAY
    > BONUS REFERRAL

    Untuk informasi lebih lanjut bisa hubungi kami via livechat ataupun :
    ✔ WA / TELEGRAM : +62812-2222-995
    ✔ INSTAGRAM : @bola.vita
    ✔ FACEBOOK : @bolavita.ofc

    BalasHapus