ABSTRAK
Hormon berasal dari bahasa Yunani
kuno yaitu Hormaein yang mempunyai arti yang menimbulkan gairah. Definisi
klasik hormon adalah suatu zat kimia organik yang diproduksi oleh sel-sel
khusus yang sehat, dirembeskan melalui aliran darah, dalam jumlah sedikit dan
dapat menghambat atau merangsang aktivitas fungsional dari target organ atau
jaringan (Luqman, 1999). Hormon adalah subtansi yang dihasilkan oleh sel atau
kelompok sel yang bergerak dalam aliran darah yang mengantarnya ke organ target
atau jaringan dalam tubuh yang memberikan suatu reaksi yang dapat menolong
mengkoordinasi fungsi-fungsi dalam tubuh (Sorensen, 1979). Secara umum hormon
reproduksi dihasilkan oleh tiga bagian utama yakni Hipotalamus, Hipofisa, dan
Gonadotropin. Ketiga bagian inilah yang memegang peranan penting dalam
mensintesis ataupun mensekresikan hormon reproduksi. Hipotalamus menghasilkan
hormon Gn-RH (Gonadotropin Releasing Hormone), dimana Gn-RH berfungsi untuk
merangsang atau menstimulasi hipofisa anterior .Setelah hipotalamus
menstimulasi hipofisa anterior, maka hipofisa anterior akan mensintesis dan
melepaskan hormon-hormon gonadotropin yakni FSH (Follicle Stimulating Hormone)
dan LH (Luteinizing Hormone) pada betina dan ICSH (Interstitial Cell
Stimulating Hormone) pada jantan. Hormon gonadotropin (FSH, LH, dan ICSH)
berperan dalam merangsang perkembangan pada organ reproduksi baik jantan maupun
betina. FSH akan menstimulasi pertumbuhan folikel di dalam ovarium dalam
menghasilkan hormon estrogen tepatnya pada folikel yang terdapat di dalamnya,
sedangkan LH akan menstimulasi ovarium dalam menghasilkan hormon progesteron
tepatnya pada corpus luteum. Pada jantan, FSH akan menstimulasi testis dalam
menghasilkan dan mengatur perkembangan sperma serta proses spermatogenesis
tepatnya di dalam tubulus seminiferus. Sedangkan LH akan menstimulasi testis
dalam mensintesis hormon testosteron yang tepatnya berlangsung di dalam sel
leydig atau sel interstitial
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Gejala
berahi meupakan salah satu bagian terpenting dalam siklus reproduksi ternak
sapi. Selain mempengaruhi proses reproduksi, juga dapat mempengaruhi
penghasilan dari peternak. Karena jika seekor sapi pejantan maupun betina tidak
mengalami siklus berahi yang normal dan teratur akan mempengaruhi jumlah
produksi dari ternak, baik itu produksi daging maupun produksi susunya.
Pengetahuan
peternak akan gejala – gejala berahi ternaknya pun sangat penting, guna dapat
mengefisienkan waktu sehingga dapat mengahsilkan keuntungan yang lebih cepat.
Pada dasarnya peternak sudah mengetahui dasar – dasar ilimunya, yang berhubngan
dengan gejala berahi ternak. Peternak yang sudah berpengalaman senantiasa
memiliki insting tentang masa berahi dan masa kawin ternanya. Sehingga dapat
dengan tepat menentukan waktu kawinnya. Dalam hal ini pengetahuan peternak
hanya sebatas pada gejala – gejala yang tampak secara kasat mata saja, peternak
tidak mengetahui secara pasti faktor apa yang menyebabkan ternak sapinya bisa
mengalami berahi dan siap untuk dikawinkan.
Berbicara
tentang ternak sapi, maka yang terbayang dibenak kita pertama adalah daging dan
susu sapi yang memang sudah menjadi salah satu produk peternakan unggulan.
Namun dibalik itu semua, terdapat suatu proses fisiologi di dalam tubuh ternak
yang tidak semudah meminum susu untuk dapat dijelaskan. Masa laktasi yang
dialami oleh sapi betina akan sangat dipengaruhi oleh kerja hormon
reproduksinya, begitu pula dengan kualitas fertilitasi pejantan akan sangat
dipengaruhi oleh kerja hormon – hormon reproduksinya.
Dengan
pemahaman dan pengetahuan lebih mengenai proses yang terjadi di dalam tubuh
ternak, maka akan senatiasa memudahkan peternak untuk mendapatkan hasil
produksi yang lebih maksimal lagi. Karena pada dasarnya semua proses tersebut
bisa dimanipulasi oleh peternak. Denagn penambahan atau penginjeksian hormon
tertentu, maka proses fisiologisnya dapat dipercepat ataupun diperlambat.
Secara
umum kita mengenal hormon – hormon reproduksi itu adalah FSH, LH, estrogen,
progesterone dan testosterone. Semua hormon reproduksi ini tidak hanya terdapat
pada ternak sapi saja, namun terdapat juga di hampir semua hewa tingkat tinggi,
seperti babi, ayam, manusia, kerbau, anjing, dan lain – lainnya.
Pengetahuan
kita akan hormon – hormon tersebut hanya sebatas pada nama dan letaknya saja.
Masih belum tahu tentang bagaimana hormon tersebut dapat bekerja sehingga mampu
menimbulkan suatu kondisi yang disebut denag berahi. Oleh sebeb itulah kita perlu
memahami tentang proses kerja dari hormon – hormon reproduksi pada ternak sapi
dalam mendorong terjadinya gejala berahi pada ternak sapi jantan maupun ternak
sapi betina. Sehingga pemahaman kita akan proses tersebut menjadi lebih jelas
dan wawasan kita juga menjadi lebih terbuka.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Seperti apakah mekanisme kerja atau
pengaruh hormon reproduksi dalam mendorong terjadinya berahi pada ternak sapi
jantan dan betina ?
2.
Bagaimanakh tanda – tanda yang
ditunjukkan pada sapi jantan dan sapi betina yang sedang dalam kondisi berahi ?
1.3
Tujuan
1.
Mengetahui jenis hormon dan pengaruhnya dalam siklus reproduksi
ternak sapi.
2.
Mengetahui gejala – gejala berahi pada
ternak sapi jantan dan betina.
1.4
Manfaat
1.
Memahami proses fisiologi yang terjadi didalam
alat reproduksi ternak sapi.
2.
Memahami proses kerja hormon reproduksi
dalam mendorong munculnya gejala berahi pada ternak sapi.
3.
Mampu membedakan gejala berahi pada
ternak sapi jantan dan sapi betina.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Ternak Sapi
Sapi
merupakan salah satu hewan ternak
penghasil daging, susu, dan kebutuhan lainnya. Sapi mampu menghasilkan
sekitar 50% (45-55%) kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan susu dan 85%
kebutuhan kulit. Sapi adalah hewan sosial yang hidupnya berkelompok (Bouissou
&Boissy 2005). Organisasi sosial
sapi dicirikan oleh adanya hubungan pejantan dominan -pejantan subordinat.
Dominansi sapi diekspresikan melalui interaksi
gonistik (ofensive dan defensive) (Bouissou & Boissy
2005). Adanya hubungan pejantan dominan - pejantan subordinat mempengaruhi
akses mereka terhadap sumber daya yang tersedia termasuk betina estrus (Tucker
2009).
Sapi berasal dari Homocodantiae yang ditemukan pada zaman Palaecoceen dan jenis primitif yang
ditemukan pada zama Plioceen. Sapi merupakan famili Bovidae. Secara garis besar,
bangsa-bangsa sapi (Bos) yang terdapat di dunia ada dua, yaitu kelompok
yang berasal dari sapi Zebu (Bos indicus) atau jenis sapi yang berpunuk,
yang berasal dan tersebar di daerah tropis serta kelompok dari Bos primigenius, yang
tersebar di daerah sub tropis atau lebih dikenal dengan Bos Taurus.
Sapi tergolong sebagai mamalia ,
karena memiliki kelenjar mamae dan mampu menghasilkan susu. Ditinjau dari
sistem pencernaannya sapi termasuk ternak ruminansia karena lambungnya terbagi
atas empat bagian yaitu rumen, reticulum, omasum dan abomasums.
Berdasarkan kegunaanya sapi
digolongkan menjadi dua yaitu sapi potong (penghasil daging) dan sapi perah
(penghasil susu). Adapun contoh dari sapi potong yaitu , sapi Bali , sapi
Brahman, sapi Ongole, sapi PO, sapi Simental dsb. Sedangkan contoh dari sapi
perah antara lain sapi FH, sapi Jersey sapi Airsyre, sapi Zebu dsb.
2.2 Hormon Reproduksi
Reproduksi
yang normal pada ternak sapi tergantung pada hormon. Hormon adalah suatu
substansi kimia yang khas yang diproduksi oleh kelenjar khusus (kelenjar
endokrin). Sekresi hormon oleh kelenjar endokrin dilakukan dengan cara
dirembeskan ke dalam pembuluh darah, karena kelenjar ini dikatakan sebagai
kelenjar yang tidak memiliki saluran. Hormon reproduksi berasal dari pelbagai
organ di dalam tubuh ternak sapi, seperti hipotalamus, pituitary, gonad (
testis dan ovarium ), uterus dan plasenta.
2.2.1 Definisi Hormon
Hormon berasal dari bahasa Yunani
kuno yaitu Hormaein yang mempunyai arti yang menimbulkan gairah. Definisi
klasik hormon adalah suatu zat kimia organik yang diproduksi oleh sel-sel
khusus yang sehat, dirembeskan melalui aliran darah, dalam jumlah sedikit dan
dapat menghambat atau merangsang aktivitas fungsional dari target organ atau
jaringan (Luqman, 1999).
Hormon adalah subtansi yang
dihasilkan oleh sel atau kelompok sel yang bergerak dalam aliran darah yang
mengantarnya ke organ target atau jaringan dalam tubuh yang memberikan suatu
reaksi yang dapat menolong mengkoordinasi fungsi-fungsi dalam tubuh (Sorensen,
1979).
2.2.2 Klasifikasi Hormon Reproduksi
Berdasarkan Unsur Pembentuknya
Hormon-hormon reproduksi dibagi
dalam tiga kategori menurut unsur pembentuknya, yakni golongan protein
(peptida), golongan steroid, dan golongan asam lemak (Luqman, 1999). Berikut
penjelasan dari ketiga golongan hormon diatas :
a.
Hormon
protein atau
polipeptida bermolekul besar dengan berat molekul 300-70.000 dalton dengan
sifat-sifat mudah dipisahkan oleh enzim sehingga tidak dapat diberikan melalui
oral tetapi harus diberikan melalui suntikan (ex : Gn-RH).
b.
Hormon
steroid mempunyai
berat molekul 300-400 dalton. Hormon steroid alami tidak efektif apabila
diberikan melalui oral, tetapi steroid sintesis dan yang berasal dari tumbuhan
dapat diberikan melalui oral maupun suntikan (ex : estrogen, progesteron, dan
androgen).
c.
Hormon
asam lemak mempunyai
berat molekul 400 dalton dan hanya dapat diberikan melalui suntikan (ex :
prostaglandin).
2.2.3 Kelenjar atau Organ Penghasil Hormon
Reproduksi
Ada empat kelenjar endokrin yang
terdapat di dalam tubuh yang dapat menghasilkan hormon reproduksi, yakni
Kelenjar Hipofisa, Kelenjar Ovarium, Endometrium, dan Testis. Berikut
hormon-hormon yang dihasilkan oleh empat kelenjar tersebut (Hardjopranjoto,
1995) :
a.
Kelenjar
Hipofisa, yang
masing-masing bagian anterior meghasilkan tiga macam hormon reproduksi yaitu,
Follicle Stimulating Hormone (FSH), Luteinizing Hormone (LH) yang pada hewan
jantan disebut dengan Interstitial Cell Stimulating Hormone (ICSH) dan Luteotropic
Hormone (LTH), serta bagian posterior yang menghasilkan dua macam hormon yakni
oksitoksin dan vasopressin.
b.
Kelenjar
Ovarium yang
menghasilkan tiga hormon yaitu estrogen, progesteron, dan relaksin.
c.
Endometrium dari uterus yang menghasilkan
hormon Prostaglandin (PGF2α). Pada uterus yang sedang bunting muda khususnya
pada bangsa kuda, dapat menghasilkan Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG),
dan pada golongan primata menghasilkan Human Chorionic Gonadotropin (HCG).
d.
Testis pada hewan jantan menghasilkan
hormon testosteron. Keduabelas hormon ini mempunyai peranan mengatur kegiatan
reproduksi pada tubuh hewan, sehingga disebut hormon reproduksi.
2.2.4 Hormon
– Hormon Reproduksi
a.
Hormon
Estrogen
Estrogen
dihasilkan oleh ovarium. Ada banyak jenis dari estrogen tapi yang paling
penting untuk reproduksi adalah estradiol. Estrogen berguna untuk pembentukan
ciri-ciri perkembangan seksual pada wanita yaitu pembentukan payudara, lekuk
tubuh, rambut kemaluan, dll. Estrogen juga berguna pada siklus menstruasi
dengan membentuk ketebalan endometrium, menjaga kualitas dan kuantitas cairan
cerviks dan vagina sehingga sesuai untuk penetrasi sperma.
b.
Hormon
Progesterone
Hormon ini diproduksi oleh korpus
luteum. Progesterone mempertahankan ketebalan endometrium sehingga dapat menerima
implantasi zygot, mengatur pembentukan plasenta dan produksi air susu. Kadar
progesterone terus dipertahankan selama trimester awal kehamilan sampai
plasenta dapat membentuk hormon HCG.
c.
Hormon
FSH (Folikel Stimulating Hormone)
Hormon ini dinamakan gonadotropoin
hormon yang diproduksi oleh hipofisis akibat rangsangan dari GnRH. FSH akan
menyebabkan pematangan dari folikel. Dari folikel yang matang akan dikeluarkan
ovum. Berfungsi untuk tumbuh kembang folikel di Ovarium pada perempuan dan
merangsang sekresi estrogen, Pertumbuhan folikel dan sel-sel spermatogenik,
meningkatkan penggunaan O2 (oksidasi), sintesis protein tertentu dalam sel
teka, sinergis dengan GtH 2 meningkatkan sekresi steroid (sel granulosa),
inhibin dan ABP (sel Sertoli).
d.
Hormon
LH (Luteinizing Hormone)
Hormon ini juga dihasilkan oleh
hipofisis akibat rangsangan dari GnRH. Dari folikel yang matang akan
dikeluarkan ovum, kemudian folikel ini akan menjadi korpus luteum dan
dipertahankan untuk waktu tertentu oleh LH. Berfungsi untuk merangsang sekresi
kelenjar Gonade / Foliclle menjadi matang pecah dan ovulasi , merangsang Corpus
Luteum mensekresi progesteron, Merangsang perkembangan folikel masak hingga
ovulasi, merangsang sintesa steroid (kolesterol, pregnenolon, progesteron), merangsang
sel Leydig menghasilkan testosteron, meningkatkan sirkulasi darah dan
metabolisme.
e.
Gonadotropin
Releasing Hormone (GnRH)
GnRH merupakan hormon yang
diproduksi oleh hipotalamus di otak. GNRH akan merangsang pelepasan FSH (folikel
stimulating hormon) di hipofisis. Apabila kadar estrogen tinggi, maka estrogen
akan memberikan umpan balik ke hipotalamus sehingga kadar GNRH akan menjadi
rendah, begitupun sebaliknya. Fungsi lainnya yaitu mendorong keluarnya
Pituitary untuk menghasilkan GtH 1 & 2, mendorong perkembangan & fungsi
gonad (ovarium - ovulasi, testes - sperma), memperbaiki hipofungsi gonad.
f.
Hormon
Testosteron
Dihasilkan di dalam testes.
Berfungsi mempegaruhi pertumbuhan alat kelamin jantan, menstimulasi
bermacam-macam metabolisme tubuh, memperpanjang daya hidup spermatozoa dalam
saluran kelamin, meningkatkan pertumbuhan tulang & daging (anabolic
steroid) retensi N, menurunkan deposit lemak tubuh dan memperbaiki pigmentasi
kulit.
g.
Hormon
Prostaglandin (PGF2α)
Dihasilkan di endometrium dari uterus.
Berfungsi dalam proses regresi atau peluruhan endometrium ( corpus luteum )
dalam rahim ( uterus ) jika tidak terjadi fertilisasi.
2.3 Siklus Reproduksi
Siklus reproduksi adalah serangkaian
kegiatan biologik kelamin yang berlangsung secara periodik hingga terlahir
generasi baru dari suatu mahkluk hidup. Proses biologi yang termasuk dalam
siklus reproduksi meliputi pubertas ,perkawinan atau inseminasi , kebuntingan,
kelahiran, masa laktasi.
2.3.1
Pubertas
Pubertas atau dewasa kelamin merupakan periode pada mahkluk jantan atau
betina dimana proses-proses reproduksi mulai terjadi , yang ditandai oleh
kemampuan untuk pertama kalinya memproduksi benih.
Semua mahkluk
mencapai dewasa kelamin terlebih dahulu sebelum dewasa tubuh tercapai. Tercapainya
pubertas bagi setiap hewan berbeda-beda karena pertumbuhan tubuh dan kelamin
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti keturunan , iklim, sosial dan
makanan.
Proses biologik
yang terjadi dalam pertumbuhan alat kelamin sebelum lahir sampai terjadinya
pubertas pada hewan jantan dan betina berlainan. Pada umumnya persiapan bagi
hewan jantan untuk mencapai kejantanannya dan pubertasnya lebih cepat dibandingkan
pada hewan betina.
Pada sapi jantan
sejumlah perubahan dapat dilihat beberapa minggu sebelum spermatozoa fertile
ada di dalam ejakulatnya yaitu mencakup : perubahan konformasi tubuh,
peningkatan agresivitas, keinginan seksual, pertumbuhan yang cepat pada penis
dan testis dari preputium. Pubertas pada ternak sapi terjadi pada kisaran 8-17
bulan atau rataan umur 10.5 bulan ( Hunter , 1982). Umur pubertas dipengaruhi
oleh breed atau strain dan kondisi lingkungan terutama kuantitas dan kualitas
nutrisi.
2.3.2
Perkawinan
atau inseminasi
Keberhasilan
perkawinan atau inseminasi pada sapi betina sangat bergantung pada keakuratan
dalam menentukan awal mulainya berahi. Dalam menentukan waktu yang tepat saat
sapi betina mulai berahi memang sulit, namun yang perlu diperhatikan saat
mengawinkan atau menginseminasi sapi adalah menjamin spermatozoa sudah berada
dalam saluran reproduksi sapi sebelum ovulasi terjadi.Hal ini karena sebelum
membuahi ovum spermatozoa harus mengalami proses kapasitasi.
Masa subur
sebuah ovum setelah diovulasikan kurang
lebih 10 jam , sedangkan daya hidup spermatozoa di dalam saluran reproduksi
betina yaitu selama 24 jam. Waktu terbaik
dalam melakukan perkawinan pada sapi yaitu 18 jam setelah standing head, sebab
untuk mendapatkan angka konsepsi yang tinggi.
2.3.3
Kebuntingan
Satu
periode kebuntingan adalah periode dari mulainya terjadi fertilisasi hingga
terjadinya proses kelahiran normal. Gestasion period atau lama kebuntingan pada
sapi berlangsung antara 275 sampai 290 hari. Lama kebuntingan sangat
dipengaruhi breed sapi dan faktor induk maupun faktor fetus. Sapi betina yang
umurnya relative muda umumnya memiliki lama kebuntingan yang lebih pendek
dibandingkan sapi betinya yang umurnya lebih tua. Induk sapi yang mengandung
anak kembar, umur kebuntingannya 3 sampai 6 hari lebih pendek dari pada induk
sapi yang mengandung anak tunggal(Jeinudeen dan Hafes,1980).
2.3.4
Kelahiran
Kelahiran adalah
proses fisiologik diman uterus yang mengalami kebuntingan mengeluarkan anak dan
plasenta melalui saluran kehamilan. Di dalam proses kelahiran terjadi
sinergisme antara hormon-hormon dari fetus dan induknya. Menjelang proses
kelahiran hipotalmus anak sapi mulai mensekresikan CRH (Corticotropic Releasing
Hormon ) yang merangsang pelepasan ACTH dari pituari anterior . ACTH
selanjutnya ikut ke dalam peredaran darah dan merangsang adrenal fetus , mensekresikan
hormon corticosteroid dan glucocortikoid . Kedua hormon adrenal fetus ini
bersama-sama dengan hormon yang berasal dari induk yaitu esterogen dan
prostaglandin yang konsentrasinya meningkat dan progesterone yang
konsentrasinya menurun selanjutnya merangsang pelepasan kotiledon fetus dan
karunkel induk.
Pada dasarnya
proses kelahiran dibagi menjadi dua tahap yaitu pengeluaran anak sapi dan
pengeluaran plasenta setelah pedet lahir yang sering disebut proses dengan pembersihan.
Relaksasi serviks sangat esensial bagi sukses keluarnya anak sapi dari saluran
reproduksi yang dilewati
.
2.3.5
Masa
laktasi
Inovulai uterus
adalah proses dikekembalikan uterus dari keadaan ketika bunting ke tidak
bunting . Inovulai merupakan proses fisiologis yang terjadi sesudah melahirkan.
Selam bunting hingga pedet lahir
kelenjar ambing tumbuh sangat cepat mencapai besar tertentu untuk bisa
memproduksi susu yang optimal.Pada akhir masa laktasi jumlah sel-sel dalam
kelenjar ambing terus berkurang sampai jumlahnya mendekati sama dengan sebelum
induk bunting.
Mekanisme
keluarnya air susu dirangsang oleh hormon oxytocin yang diproduksi oleh sel-sel
syaraf kelenjar hypothalamus sebagai akibat dari stimulus pedet yang menyusu
pada induknya. Stimulasi tersebut diteruskan melalui syraf sumsum tulang
belakng ke kelenjar hypothalamus . Sel-sel syaraf hypothalamus membuat hormon
oxytocin yang kemudian disalurkan dan disimpan di bagian ujung sel-sel syaraf
yang menuju ke kelenjar pituitary bagian posterior. Selanjutnya oxytocin
disekresikan dari pituitary posterior dan ikut peredaran darah menuju organ
target (kelenjar ambing) dan menstimulasi kontraksi sel-sel mioepitel yang ada
di sana dan menyebabkan keluarnya air susu dari alveoli kelenjar ambing.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Mekanisme Kerja Hormon dalam
Mengatur Fungsi Reproduksi
Sebelum dijelaskan bagaimana
sebenarnya mekanisme kerja dari hormon dalam pengaturan fungsi reproduksi, akan
dipaparkan sedikit mengenai hormon-hormon yang terlibat dalam pengaturan fungsi
reproduksi serta di mana hormon tersebut disintesis.
Secara umum hormon reproduksi
dihasilkan oleh tiga bagian utama yakni Hipotalamus, Hipofisa, dan
Gonadotropin. Ketiga bagian inilah yang memegang peranan penting dalam
mensintesis ataupun mensekresikan hormon reproduksi.
Hipotalamus menghasilkan hormon
Gn-RH (Gonadotropin Releasing Hormone), dimana Gn-RH berfungsi untuk merangsang
atau menstimulasi hipofisa anterior .Setelah hipotalamus menstimulasi hipofisa
anterior, maka hipofisa anterior akan mensintesis dan melepaskan hormon-hormon
gonadotropin yakni FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing
Hormone) pada betina dan ICSH (Interstitial Cell Stimulating Hormone) pada
jantan.
Hormon gonadotropin (FSH, LH, dan
ICSH) berperan dalam merangsang perkembangan pada organ reproduksi baik jantan
maupun betina. FSH akan menstimulasi pertumbuhan folikel di dalam ovarium dalam
menghasilkan hormon estrogen tepatnya pada folikel yang terdapat di dalamnya,
sedangkan LH akan menstimulasi ovarium dalam menghasilkan hormon progesteron
tepatnya pada corpus luteum.
Pada jantan, FSH akan menstimulasi
testis dalam menghasilkan dan mengatur perkembangan sperma serta proses
spermatogenesis tepatnya di dalam tubulus seminiferus. Sedangkan LH akan
menstimulasi testis dalam mensintesis hormon testosteron yang tepatnya
berlangsung di dalam sel leydig atau sel interstitial. Berikut adalah mekanisme
kerja hormon pada ternak sapi betina dan jantan :
3.1.1 Mekanisme Kerja Hormon
Reproduksi pada Hewan Betina
Telah diketahui bahwa hipotalamus merupakan
kelenjar sumber hormon reproduksi. Dimana hipotalamus dalam kerjanya
menghasilkan hormon Gn-RH yang kemudian Gn-RH akan menstimulasi hipofisa
anterior dalam mengatur pelepasan hormon FSH dan hormon LH. Hormon FSH akan
menstimulasi pertumbuhan folikel dalam ovarium dan menghasilkan hormon
estrogen, sedangkan hormon LH akan menstimulasi corpus luteum dalam ovarium
untuk menghasilkan hormon progesteron. Apabila terlampau banyak FSH yang
dilepaskan oleh HA (hipofisa anterior) maka kadar estrogen yang dihasilkan oleh
folikel akan semakin meningkat, disinilah peranan enzim inhibin untuk
menghambat folikel dalam menghasilkan hormon estrogen melalui feedback negatif
terhadap HA (hipofisa anterior).
3.1.2 Mekanisme Kerja Hormon Reproduksi
pada Hewan Jantan
Tidak jauh beda dengan penjelasan
di atas, hal yang membedakan adalah pada hewan jantan yang berperan
sebagai alat reproduksi primer adalah testis. Di dalam testis terdiri dari
tubulus seminiferus dan sel leydig. Tubulus seminiferus akan menghasilkan dan
mengatur perkembangan sperma dalam proses spermatogenesis, sedangkan sel leydig
berperan dalam mensintesis hormon testosteron.
Proses spermatogenesis yang terjadi
di dalam tubulus seminiferus distimulasi oleh FSH sedangkan pelepasan hormon
testosteron oleh sel leydig distimulasi oleh ICSH. Apabila terlampau banyak FSH
yang dilepaskan oleh HA (hipofisa anterior) maka kadar spermatozoa yang
dihasilkan oleh tubulus seminiferus akan semakin meningkat, di sinilah peranan
enzim inhibin dalam menghambat tubulus seminiferus dalam menghasilkan
spermatozoa melalui feedback negatif terhadap HA (hipofisa anterior).
Secara garis besar dapat dikatakan
bahwa sistem kerja dari hormon – hormon reproduksi tersebut dikendalikan
sepenuhnya oleh hipotalamus otak. Kerena jika hipotalamus tidak diberikan
rangsangan atau tidak mendapatkan rangsanagan dengan baik maka semua proses
tersebut di atas tidak akan berlangsung dengan baik dan normal.
Secara
singkat mekanisme kerja hormon reproduksi yang telah dipaparkan diatas dapat
dijelaskan dalam bagan berikut ini :
I Gede Benson
Andika
FHY
|
Gambar:1
Bagan mekanisme kerja hormon reproduksi
3.2 Tanda – Tanda Berahi Pada Ternak Sapi
3.2.1
Ternak Sapi Jantan
Berahi pada
ternak sapi jantan lebih dipicu karena adanya ternak betina yang sedang dalam
kondisi estrus ( berahi ), karena dalam proses perkawinan ternak tidak mungkin
ternak jantan akan mengawini ternak betina yang tidak dalam kondisi estrus atau
ternak jantan disengaja dirangsang untuk berahi oleh manusia dengan menggunakan
ternak jantan yang sudah dilatih. Berikut ini adalah gejala berahi pada sapi
jantan :
·
Tersenyum ( nyengir )
·
Mengendus – endus ( smelling ) betina yang sedang estrus
·
Menjilati ( licking ) organ kelamin luar ternak betina yang sedang estrus
·
Menaiki ( mounting ) punggung ternak betina yang sedang estrus
·
Melakukan ejakulasi
·
Turun ( landing )
3.2.2
Ternak
sapi betina
Pada sapi betina proses berahi
terjadi disebabkan karena adanya aksi
dan reaksi dari hormon reproduksi, yaitu hormone FSH. Ketika kelenjar hipofisa
anterior sudah mendapatkan perintah dari hipotalamus otak, maka secara otomatis
hipofisa anterior akan mensintesis dan melepaskan hormon – hormon gonadotropin
seperti FSH dan LH. Pada saat konsentrasi FSH yang disintesis lebih banyak
dibandingkan dengan konsentrasi hormon LH, maka perkembangaan dari folikel di
dalam ovarium segera dimulai. FSH ( folikel
stimulating hormone ) di sini memang berfungsi sebagai hormon yang
menstimukasi pertumbuhan dan perkembangan folikel, mulai dari folikel primer – folikel sekunder – foliker
tersier sampai folikel tersebut
matang ( folikel de graaf ). Setelah
proses pertumbuhan dan perkembangan folikel mencapai puncaknya atau sudah
terbentuk folikel de graaf, maka hormon estrogen akan segera dihasilkan. Hormon
estrogen dihasilkan oleh folikel de graaf sendiri untuk melanjutkan siklus
reproduksi selanjutnya.
Kertika hormon estrogen sudah disentesi,
maka ternak akan mulai menunjukan gejala – gejala estrusnya atau berahinya yang
dapat dilihat secara langsung pada ternak.
Estrogen yang dihasilkan oleh folikel de graaf akan memberikan umpan
balik (feed back) negatif kepada
hipofisa anterior untuk mengurangi konsentrasi FSH. Karena konsentrasi FSH
sudah diturunkan, otomatis konsentrasi LH akan lebih banyak dari konsentrasi
FHS. Hormon LH di sini akan berperan dalam proses ovulasi ( pelepasan sel telur
yang sudah matang oleh ovarium ). Siklus ini akan terus berlanjut, sampai
terjadi kehamilan ( jika terjadi pembuahan oleh sperma). Jika tidak terjadi
pembuahan oleh sperma maka hormon PGF2α akan meluruhkan corpus
luteum dan endometrium di dalam uterus. Hasil peluruhan tersebut kemudian akan
diserap langsung oleh tubuh ternak betina. Hormon PGF2α kemudian
akan kembali memberikan umpan balik kepada hipolamus untuk mengulangi siklus
berahi. Sehingga siklus berahi dapat terulang secara teratur setiap 21 hari
sekali.Pada ternak siklus berahinya dibagi dalam beberapa tahap yaitu :
v Proestrus
Fase proestrus dimulai dengan regresi
corpus luteum dan berhentinya progesteron serta memperluas untuk memulai
estrus. Pada fase ini terjadi pertumbuhan folikel yang sangat cepat. Akhir
periode ini adalah efek estrogen pada sistem saluran dan gejala perilaku
perkembangan estrus yang dapat diamati. Menurut Shearer (2008), fase proestrus
berlangsung sekitar 2-3 hari dan dicirikan dengan pertumbuhan folikel dan
produksi estrogen. Peningkatan jumlah esterogen menyebabkan pemasokan darah ke
sistem reproduksi untuk meningkatkan pembengkakan sistem dalam. Kelenjar cervix
dan vagina dirangsang untuk meningkatkan aktifitas sekretori membangun muatan
vagina yang tebal. Karakteristik sel pada saat proestrus yaitu bentuk sel
epitel bulat dan berinti, leukosit tidak ada atau sedikit (Budi, 2004).
v Estrus
Estrus merupakan klimaks fase folikel. Pada fase
inilah betina siap menerima jantan. Pada saat ini pula terjadi ovulasi (kecuali
pada hewan yang memerlukan rangsangan seksual lebih dahulu untuk terjadinya
ovulasi). Waktu ini betina jadi berahi atau panas. Karakteristik sel pada saat
estrus yaitu penampakan histologi dari smear vagina didominasi oleh sel-sel
superfisial, tetapi terdapat kornifikasi pada hasil preparat, pengamatan yang
berulang menampakkan sel-sel superfisialnya ada yang bersifat anucleate.
Sel-sel parabasal dan superfisial mudah untuk dibedakan, sedangkan sel-sel
intermediet adalah sel yang terletak diantara sel parabasal dan sel
superfisial. pada saat nukleus mengecil, membentuk pyknotic maka sel ini dapat
diklasifikasikan pada sel superficial (Pratiwi, 1996).Berikut ini merupakan gejala
berahi pada sapi betina :
·
Ternak betina terlihat gelisah.
·
Keluar cairan bening pada vulva.
·
Vulva tampak memerah ( abang ) dan bengkak ( abuh ).
·
Jika diraba organ kelamin luar akan
terasa hangat ( apuh ).
·
Betina akan diam saat dipegang bagian
belakang tubuhnya.
·
Berusaha menaiki ternak lainnya.
·
Betina lain juga akan berusaha untuk
menaiki betina yang sedang estrus.
·
Ekornya akan sedikit terangkat keatas.
·
Ternak betina akan mengeluarkan suara
khasnya atau melenguh.
v Metestrus
Fase
metestrus diawali dengan penghentian fase estrus. Umumnya pada fase ini
merupakan fase terbentuknya corpus luteum sehingga ovulasi terjadi selama fase
ini. Selain itu pada fase ini juga terjadi peristiwa dikenal sebagai metestrus bleeding.
Pada fase metestrus, histologi dari smear vagina menampakkan suatu fenomena
kehadiran sel-sel yang bergeser dari sel-sel parabasal ke sel-sel superfisial,
selain itu sel darah merah dan neutrofil juga dapat diamati. Sel-sel parabasal
adalah sel-sel termuda yang terdapat pada siklus estrus. Karakteristik dari
sel-sel parabasal adalah sebagai berikut (Syahrum, 1994):
·
Bentuknya
bundar atau oval.
·
Mempunyai
bagian nukleus yang lebih besar dari pada sitoplasma.
·
Sitoplasmanya
biasanya tampak tebal.
·
Secara
umum dengan pewarnaan berwarna gelap.
·
Proses
perubahan sel-sel parabasal menuju sel intermediet kemudian sel-sel superfisial
dan sel-sel anucleate dapat dijelaskan sebagai berikut (Vilee, 1973):
·
Bentuk
bundar atau oval perlahan-perlahan akan berubah menjadi bentuk poligonal atau
bentuk tidak beraturan.
·
Ukuran
nuklei yang besar secara perlahan-lahan akan mengecil, pada beberapa kasus
nuklei mengalami kematian atau rusak secara bersamaan
·
Ukuran
sitoplasma akan lebih tipis daripada semula.
·
Karena
ukuran sitoplasma lebih kecil dari semula maka sel-sel parabasal yang berwarna
gelap akibat pewarnaan akan berubah menjadi sel-sel yang bewarna lebih cerah
akibat pewarnaan yang sama. Proses perubahan di atas dapat ditengarai sebagai
salah satu proses pada siklus estrus (Vilee, 1973).
v Diestrus
Fase diestrus merupakan fase corpus luteum bekerja secara
optimal. Pada sapi hal ini di mulai ketika konsentrasi progresteron darah
meningkat dapat dideteksi dan diakhiri dengan regresi corpus luteum. Fase ini
disebut juga fase persiapan uterus untuk kehamilan. Fase ini merupakan fase
yang terpanjang di dalam siklus estrus. Terjadinya kehamilan atau tidak, CL
akan berkembang dengan sendirinya menjadi organ yang fungsional yang menghasilkan
sejumlah progesteron. Jika telur yang dibuahi mencapai uterus, maka CL akan
dijaga dari kehamilan. Jika telur yang tidak dibuahi sampai ke uterus maka CL
akan berfungsi hanya beberapa hari setelah itu maka CL akan meluruh dan akan
masuk siklus estrus yang baru (Nalbandov, 1990).
Fase diestrus ditandai dengan ciri-ciri berikut,
diantanranya: terjadi pengurangan jumlah sel superfisial dari kira-kira 100%
pada fase sebelumnya menjadi 20% pada fase diestrus. Selain itu, jumlah sel
parabasal dalam apusan preparat vagina menjadi meningkat, hasil ini dperkuat
dengan pengujian yang dilakukan pada hari berikutnya. Ciri siklus estrus tidak
dapat dipisahkan dari proses perubahan yang terjadi pada sel-sel epitelnya,
untuk itu berikut adalah penjelasan mengenai beberapa hal yang berhubungan
dengan histologi sel epitel vagina (Budi, 2004):
·
Sel
kornifikasi adalah tipe sel vagina yang paling tua dari sel parabasal, sel
intermediate, sel superfisial, dan mempunyai ciri nukleus yang tidak lengkap.
·
Sel
epitel adalah sel yang menyusun jaringan epitelium, biasanya terletak pada
bagian tubuh yang mempunyai lumen dan kantong misal vagina.
·
Sel
intermediet adalah tipe sel epitel vagina yang lebih tua dari parabasal tetapi
lebih muda dari sel superfisial dan sel squamous tanpa nukleus.
·
Inti
sel pyknotic adalah nukleus yang telah degeneratif dan merupakan ciri dari sel
superficial.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1
Mekanisme kerja hormone reproduksi dapat dijelaskan sebagai
berikut, Hipotalamus menghasilkan hormon Gn-RH yang berfungsi
merangsang hipofisa anterior . Selanjutnya hipofisa anterior mensintesis dan melepaskan hormon-hormon
gonadotopin ( FSH dan LH dan atau ICSH
pada jantan).
FSH akan menstimulasi pertumbuhan
folikel di ovarium dalam menghasilkan hormon estrogen, sedangkan LH akan
menstimulasi ovarium dalam menghasilkan hormon progesteron tepatnya pada corpus
luteum.
Pada jantan, FSH akan menstimulasi
testis menghasilkan dan mengatur perkembangan sperma serta proses
spermatogenesis di dalam tubulus
seminiferus. Sedangkan LH menstimulasi
testis untuk mensintesis hormon testosteron.
4.2
Tanda-tanda berahi pada ternak jantan yaitu tersenyum ( nyengir
),mengendus – endus ( smelling )
betina yang sedang estrus, menjilati ( licking
) organ kelamin luar ternak betina yang sedang estrus, menaiki ( mounting ) punggung ternak betina yang
sedang estrus, melakukan ejakulasi, turun ( landing
).
Pada
ternak betina tanda-tandanya meliputi : Ternak betina terlihat gelisah keluar
cairan bening pada vulva dan tampak memerah ( abang ) dan bengkak ( abuh
), jika diraba organ kelamin luar akan terasa hangat ( apuh ), betina akan diam saat dipegang bagian belakang tubuhnya,
berusaha menaiki ternak lainnya, betina lain juga akan berusaha untuk menaiki
betina yang sedang estrus, ekornya akan sedikit terangkat keatas, ternak betina
akan mengeluarkan suara khasnya atau melenguh.
DAFTAR PUSTAKA
Susilowati,
Endang.2010.”Teknologi Pembibitan Ternak
Sapi”.Jambi.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi.
Suyadnya,
I Putu.2012.”Reproduksi Ternak Sapi”.Denpasar.Udayana
University Press.
Panajaitan,
Tanda Sahat.2010.”Manajemen Umum
Pembiakan Sapi Bali”.Lombok. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB.
Ratnawati, Dain dkk.2007.”Penanganan
Gangguan Reproduksi Pada Sapi Potong. Pasuruan.Pusat
Penenlitian dan Pengembangan Masyarakat.
Sudarmaji.Malik,Abdul.Gunawan,Amm.2004.” Pengaruh Penyuntikan
Prostaglandin terhadap Persentase
Birahi dan Angka Kebuntingan Sapi Bali dan PO Di Kalimantan Selatan. Fakultas
Pertanian, Universitas Islam Kalimantan.
Pohan,Amirudin.Talib.2010.” Aplikasi Hormone Progesterone dan Estrogen
pada Betina Induk Sapi Bali Anestrus Postpartum yang Digembalakan Di Timor Barat,NTT.”disampaikan pada Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Herdis.Surachman,Maman.dkk.1999.”Peningkatan
Efisiensi Reproduksi Sapi Melalui Penerapan Teknologi Penyerentakan Berahi.WARTAZOA.Vol.9.No.1
Th 1999.
Hernawati.2007.”Bahan
Kuliah Endokrinologi :Aspek Fisiologis Kelenjar Endokrin”. Universitas
Pendidikan Indonesia.
Anonim.2010.”Pedoman
Pelaksanaan Inseminasi Buatan pada Ternak Sapi”.Jakarta. Dirjen Peternakan
dan Kesehatan Hewan
http://qurrotaayunc.blogspot.com/2011/12/siklus-reproduksi.html (diakses pada tanggal 27 Oktober 2012,
pukul 16.44 WITA )
http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/semnas/pro10-5.pdf
( diakses pada tanggal 28 Oktober 2012,
pukul 08.35 WITA )
http://disnakkediri.wordpress.com/2009/12/24/birahi-pada-sapi-/
( diakses pada tanggal 28 Oktober 2012, pukul 08.54 WITA )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar